OPINI

Era Digitalisasi dan Buku Kumpulan Naskah Khutbah Jum’at : “Instal” Ulang Mindset [Part 48].

Anwar Husen/Kolomnis tetap/tinggal di Tidore.

Kemarin saya membaca berita di Twitter,gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil,mengungkap ada 7000 Al Quran hilang dari masjid raya kebanggaan warga Jawa Barat itu,Al Jabbar,sejak masjid itu di buka.Informasi itu di sampaikannya dalam sambutan usai sholat Subuh di masjid itu pada minggu,18 Juni lalu.Di ketahui,sholat subuh saat itu di ikuti kurang lebih 25 ribu jamaah yang datang dari kota lain sekitar Bandung karena kehadiran ustadz Abdul Somad.Kang Emil,sapaan gubernur ini pun berharap para jamaah agar tidak membawa pulang Al Quran,cukup saja di baca dan di kembalikan lagi ke tempatnya untuk bisa di manfaatkan oleh jamaah lain.

Informasi tadi di Bandung.Di sini,mungkin lain lagi ceritanya.Sekian waktu lalu,di sebuah masjid tempat saya sering sholat berjamaah,lemari berisi kitab suci dan buku-buku bertema keagamaan,terkunci rapi.Kuncinya mungkin di simpan pengelola masjid.Beberapa jamaah sempat memprotes diam-diam cara ini karena untuk urusan mau membaca Al Quran saja,cukup “birokratis”.Sebab harus mencari siapa yang memegang kuncinya.

Beberapa masjid di Maluku Utara,saya sempat iseng memperhatikan ketika usai berjamaah.Hal sama terjadi,ada mekanisme “proteksi” terhadap sumber bacaan dan pengetahuan,bahkan hingga kitab suci.Padahal dari judul buku yang sempat terbaca di balik kaca lemari penyimpan itu,sangat “kuno”,buku-buku pengetahuan agama berkatagori paling umum yang mungkin sudah di ketahui isinya oleh banyak jamaah.Ada beberapa yang tertulis judul awalnya Tata Cara.Tata cara macam-macam.Saya sedih juga mengalami fakta begini,yang tentu masih cukup banyak menjadi gejala di masyarakat kita.

Di sebuah perpustakaan daerah,mindsetnya hampir mirip.Prosedur membaca di tempat,apalagi meminjam buku,sangat berbelit.Ini di ungkap seorang karib.Dia,bahkan hingga bercanda,mengamati prosedurnya saja,kita sudah hilang selera mau membaca atau mencari sumber informasi yang di butuhkan.

Kegalauan karib ini membuat saya tertarik menulisnya di sebuah postingan Facebook kala itu,berharap ada sharing mindset bagi pengelola perpustakaan,bahkan hingga pemerintah daerah.Sebab bagi saya,ada sesuatu yang keliru di maknai,terbawa mindset untung-rugi,hak milik dan semacamnya.Padahal jaman ini sudah jauh berubah.Ini bukan lagi jaman khatib berkhutbah menggunakan buku kumpulan khutbah Jumat seperti dulu-dulu.

Ini jaman di mana ilmu pengetahuan berkembang sedemikian cepatnya.Perspektif dan kajian dari aspek pemikiran tentang ajaran agama,juga berlangsung begitu dinamis.Belum lagi digitalisasinya dari sisi tekhnologi yang membuat akses pengguna terhadap sesuatu informasi makin mudah di peroleh dan praktis.

Orang dengan mudah mendapatkan akses sumber informasi apa saja tanpa harus memiliki buku secara fisik yang di pinjam di perpustakaan tadi seperti masih di jaman film Naga Bonar dan Si Buta dari Gua Hantu,yang di putar di bioskop-bioskop dulu.Jaman ini,nyaris semuanya serba digital,meski dengan segala kelebihan dan kekurangannya.Buku fisik bisa di ganti Ebook bahkan hingga perpustakaan digital.Demikian juga kitab suci dengan berbagai macam metode untuk bisa memahaminya secara mudah dan praktis.Kalau bukan dengan punya media laptop,maka cukuplah dengan sebuah android butut,semua itu dengan mudah bisa di akses.

Di postingan Facebook tadi,saya berpendapat bahwa biar saja buku-buku di perpustakaan tadi di “curi”,di pinjam tanpa mengembalikan.Sebab hanya dengan alasan kekurangan judul buku dan eksmplarnya maka perlu ada penganggaran di APBD berikutnya.Artinya apa???salah satu indikator sukses di program ini,entah itu soal minat baca atau lain-lain,tercapai.Yang lebih penting di “telusuri” selanjutnya adalah buku yang tidak di kembalikan tadi itu,di baca atau di jual.Cara mengetahuinya bagaimana,itu tugas kepala Kantor Perpustakaan.

Di urusan pengadaan dan hibah kitab suci ke masjid-masjid,bisa tanya ke karib Hasby Yusuf,ketua BKPRMI provinsi Maluku Utara dan juga di BKM masjid Al Munawwarah Ternate,yang nyaris setiap saat punya inisiasi kegiatan ini.Jangankan masjid di Maluku Utara,keresahan kang Emil tadi,mungkin ada solusinya di Maluku Utara.Tapi saya tak sejauh itu berburuk sangka pada gubernur ini.Dia pasti paham semua ini.Dengan “hanya” membaca berita,ada “suasana bathin” dan konteks tertentu yang bisa jadi,saya tak mengetahuinya.

Tulisan pendek kali ini,sedikitnya lebih pada ungkapan 50 persen rasa heran dan 50 persennya lagi,lucu.Heran,di jaman digitalisasi tapi kita masih memperlakukan fisik buku seperti di jaman film bioskop Naga Bonar.Tentu berbeda memang tergantung “kualifikasi” buku dan siapa penulisnya.Lucu,pengetahuan dan praktek pengamalan agama yang ada di kitab suci dan buku-buku pengetahuan agama,yang seharusnya menjadi amal jariah,justru menjadi sulit di akses atau bahkan di miliki karena lemari itu terkunci dengan rapinya.Lantas,amal jariah apalagi yang kita cari???

Ada ungkapan,buku adalah jendela dunia.Maknanya saat ini,tentu tak sekedar menunjuk fisik buku,apalagi buku yang judulnya terbaca dari balik kaca lemari tadi,jendela dunia yang belum di buka.Wallahua’lam.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *