jika itu tidak terjadi dan malah keburukan bisa terjadi di tiris tempat ibadah,artinya kita gagal memberi makna padanya sebagai sumber penebar maslahat bersama.
Jika jamaah masjid di “tagih” infaqnya,paling rutin setiap jumat,maka “konpensasi” atasnya,salah satunya dapat berupa tanggungjawab moril dan upaya mendorong generasi muda di sekitar menjadi lebih baik,minimal tidak menjadi lebih buruk.Bukan sibuk mempercantik masjid dan tanggungjawab tadi terabaikan.
Wajar kemudian,mindset begini di gugat hingga ajakan untuk stop berinfaq di masjid.Karena seperti telah di terima sebagai kepatutan bahwa infaq itu untuk membuat fisik masjid bertambah mewah terlihat dan mengabaikan aspek pemberdayaan umat,hingga infaq jamaah di terjemahkan sebagai “biaya sombong” karena dominan di manfaatkan untuk memoles fisik masjid,bahkan hingga terkesan berlomba.
Soal mindset tentang fungsi masjid yang terbawa kebiasaan selama ini,mari kita sedikit berlogika sederhana : menyandingkan nilai bangunan yang miliaran itu dengan fakta pemanfaatannya dalam sehari.Jika kita berjamaah seharian itu 5 kali, yang rata-rata memakan waktu paling lama 15 menit maka “pemanfaatan”nya hanya 1 jam 15 menit dari waktu 24 jam.Selebihnya,fisik bangunannya “terbiar” begitu saja di terpa panas dan hujan.Bukankah secara ekonomis,kita “merugi”???.Bangunan mewah,di bangun dengan berbagai pengorbanan yang hebat,hanya sesedikit itu di fungsikan.Belum lagi di tambah prilaku pengelolanya yang tak cukup wawasan,memproteksi dengan sering mengunci,melarang anak-anak beraktifitas positif di masjid seolah mereka adalah pemiliknya dan anak-anak itu adalah sumber keonaran.
Komentar