Kita tentu kaget tetapi bisa jadi tidak kaget lagi, ketika tersiar berita, Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu RI), menetapkan Provinsi Maluku Utara sebagai daerah rawan politik uang nomor tertinggi se-Indonesia.
Dikutip dari media siber Moderatorsua, Penetapan tersebut tertuang dalam hasil analisis isu strategis, politik uang dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan pemilihan serentak 2024.
Bawaslu mencatat paling sedikit, terdapat 5 provinsi masuk kategori daerah yang karep terjadi praktik politik uang, pada momentum pemilu dan pilkada.
“Dari 34 provinsi yang dijadikan unit analisis, setidaknya ada lima provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi terjadinya praktik politik uang,” tulis Bawaslu RI dalam release resminya. Minggu (13/08/2023)
Meskipun hanya ditetapkan 5 provinsi dengan tingkat politik uang paling tinggi. Namun, provinsi lainnya tak satupun yang masuk kategori rendah.
Berikut lima provinsi rawan politik uang:
Maluku Utara (skor 100),Lampung (skor 55,56),Jawa Barat (skor 50),Banten skor (44,44)
Sulawesi Utara skor (38,89).
Bawaslu menyarankan pihak berwenang dan jajarannya di daerah, lebih maksimal dalam pencegahan maupun penindakan.
“Inovasi dan kreasi dalam agenda pencegahan politik uang menjadi kunci untuk menguatkan agenda pencegahan dan penindakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam perlawanan praktik politik uang,” pinta Bawaslu.
Monay Politik Dan Korupsi.
Seluruh pakar sepakat, praktek monay politik dalam pemilu linear dengan suburnya praktek korupsi.Bahkan, Monay politik merupakan ibu kandung korupsi itu sendiri.
Dalam praktek nya, monay politik dilakukan dalam berbagai bentuk yang nyaris tak terendus sebagai sebuah kejahatan.Bahkan, monay politik oleh warga seolah perbuatan mulia dari para politisi yang berharap instan melalui jalan pendek kejahatan ini.
Dikutip dari ACLC, Setiap kali mendekati pemilu, para calon kepala daerah atau anggota legislatif mengumbar janji manis kepada masyarakat. Tidak jarang juga sebagian dari mereka menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako. Secara sadar mereka telah melakukan politik uang, sebuah praktik koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya.
Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.
Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi.
Amir Arief, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, mengatakan politik uang telah menyebabkan politik berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara (vote buying), para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis.
Tentu saja, itu bukan hanya dari uangnya pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya dia terpilih. Perilaku ini biasa disebut investive corruption, atau investasi untuk korupsi.
“Dari kajian kami, keberhasilan dalam pemilu atau pilkada 95,5 persen dipengaruhi kekuatan uang, sebagian besar juga untuk membiayai mahar politik. Kontestan harus mengeluarkan Rp5-15 miliar per orang untuk ini,” ujar Amir.
Kesimpulan.
Monay politik dan praktek korupsi merupakan dua sisi mata uang yang tak bisa dilepas pisahkan.Keduanya tumbuh subur ditengah kemiskinan ekonomi, moral dan lemahnya law Enforcemen.
Malut juara nasional monay politik berbanding lurus dengan kejahatan korupsi.Kita sudah tak bisa menghitung, berapa ratus dugaan kasus korupsi dengan ratusan diduga pelakunya yang sebagian besar belum tersentuh hukum.
Ironisnya, monay politik dan korupsi seperti hal lumrah saja bagi masyarakat.Pelaku korupsi bahkan mendapat empati jika terus diberitakan yang pada endingnya, pelaku korupsi bukanya menjadi public enemy tapi justru ditasbihkan sebagai pemimpin yang baik hati.
Berharap pada kesadaran publik yang anti monay politik dan anti korupsi masih ibarat pungguk merindukan bulan.
Wajar ! Negeri ini jadi lahan subur korupsi hingga kekayaan alamnya tak kujung dinikmati.(***)
Ngidi, Senin, 14 Agustus 2023.
Usman Sergi, SH/Pemred.