oleh

WAJAR ! Di MALUT KORUPSI SUBUR.

Seluruh pakar sepakat, praktek monay politik dalam pemilu linear dengan suburnya praktek korupsi.Bahkan, Monay politik merupakan ibu kandung korupsi itu sendiri.

Dalam praktek nya, monay politik dilakukan dalam berbagai bentuk yang nyaris tak terendus sebagai sebuah kejahatan.Bahkan, monay politik oleh warga seolah perbuatan mulia dari para politisi yang berharap instan melalui jalan pendek kejahatan ini.

Dikutip dari ACLC, Setiap kali mendekati pemilu, para calon kepala daerah atau anggota legislatif mengumbar janji manis kepada masyarakat. Tidak jarang juga sebagian dari mereka menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako. Secara sadar mereka telah melakukan politik uang, sebuah praktik koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya.

Baca Juga  Prabowo: "Jangan Korupsi"

Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.

Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.

Baca Juga  ANIES Vs FUFUFAFA: CLASH OF INDONESIAN CIVILIZATION

Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi.

Amir Arief, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, mengatakan politik uang telah menyebabkan politik berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara (vote buying), para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis.

Baca Juga  Conie Layak Dipidana?

Tentu saja, itu bukan hanya dari uangnya pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya dia terpilih. Perilaku ini biasa disebut investive corruption, atau investasi untuk korupsi.

“Dari kajian kami, keberhasilan dalam pemilu atau pilkada 95,5 persen dipengaruhi kekuatan uang, sebagian besar juga untuk membiayai mahar politik. Kontestan harus mengeluarkan Rp5-15 miliar per orang untuk ini,” ujar Amir.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *