Saya pernah mengalami fakta,sebagian badan jalan yang di tutup sejak H-5 acara kawinan.Mirisnya,ini hanya di kediaman pengantin laki-laki,di jalur utama dan di dalam kota lagi.Menyongsongnya dalam beberapa hari,tenda hanya jadi tempat parkir mobil dan kendaraan roda dua.Di fakta lain,di dalam kota juga,pernah ada pengguna jalan yang harus berbelok nyaris membentuk huruf “S” karena ada tiga ruas jalan yang di tutup di waktu bersamaan di sebuah kampung.Memang rumit.
Ada macam-macam motif yang bisa di amati.Di Ternate,paling umum penggunaan badan jalan untuk acara kawinan.Selebihnya relatif sedikit.Di Tidore berbeda.Ada dua motif yang paling menonjol,acara kawinan dan doa bagi yang berpulang atau meninggal dunia.Berapa lama “pele jalan” itu???Kita semua tahu berapa lama umumnya.Bisa berbeda dari motifnya.Umumnya penggunaan badan jalan untuk hajatan dan doa bagi orang yang berpulang itu tujuh hari.Tetapi pernah ada fakta,40 hari.Dan ini fakta paling faktual yang pernah saya lihat.Hingga saya pernah menulis guyon di facebook,mendoakan untuk di berikannya “jalan” bagi orang yang telah berpulang,dengan cara “menutup jalan” bagi orang yang masih hidup.
Lantas,kalau di tanya apa masalahnya,kita juga sulit menjawab letak masalah karena yang menggunakan badan jalan juga punya izin.Tetapi kalau di tanya,anda merasa terganggu akibat hal-hal begini???pasti mayoritas pengguna jalan menjawab iya.Tetapi kalau di tanya lagi,berarti memberikan izin menggunakan badan jalan sama saja memberi izin untuk menyengsarakan pengguna jalan???Bisa jadi iya,tetapi tak semudah itu.Yang lekat di memori pengguna jalan bahwa jalan di buat untuk pengguna jalan,baik dengan berkendara atau bahkan dengan berjalan kaki.Ada logika nyeleneh kawan saya,bisa saja kita “menukar” rumah kediaman yang punya acara dengan jalan raya.Jadi acaranya menggunakan badan jalan dan kita berkendara melewati rumah kediaman yang punya acara kawinan itu karena ada fungsi yang tak konsisten atau bertukar.Ada-ada saja kawan saya ini.
Jadi bagaimana???pihak terkait bikin riset sederhana untuk menemukan apa motivasi di balik semua itu : ada fasilitas gedung sewaan yang representatif tetapi masih banyak orang yang lebih memilih “pele jalan” untuk acara kawinan,misalnya.Mungkin ini untuk kasus di kota Ternate.Di Tidore,khususnya di area dalam kota yang punya fasilitas publik sama,mengapa orang masih memilih menggelar acara kawinan di kediaman mereka dengan menggunakan badan jalan padahal berjarak tak jauh dari fasilitas publik tadi yang bisa di gunakan,bahkan di sediakan gratis biaya sewa.Begitu pun soal penggunaan badan jalan berhari-hari bahkan dalam hitungan bulan hanya untuk “mengirim doa” bagi yang telah berpulang.
Komentar