Tak sengaja, saya menemukan sebuah opini tentang mimpi menemukan Walikota Ternate bercita pikiran dan rasa kek Walikota New York di era tahun 1969-1977 Edward Koch yang ditulis seorang jurnalis kawakan.
Saya menyebutnya jurnalis kawakan bukan karena mengenal nya secara pribadi tetapi dari corak penulisannya yang sangat enak dibaca dan dicerna, menunjukan Bung Budhy ini bukan jurnalis kemarin sore.
Dia rupanya gundah-gulana dengan kondisi Kota Ternate yang menurutnya tetap berkutat dengan problematika sebuah Kota tanpa mampu melakukan lompatan itu sebagai sebuah dosa kepemimpinan Kota Ternate dari masa ke masa dan olehnya dia memimpikan muncul sosok Walikota Ternate seperti Edward Koch agar bisa mengurai Kota ini bisa survive dari keterpurukan baik ekonomi dan fasilitas publik layaknya Walikota Edward Koch menyulap Kota megapolitan dunia New York.
(Maaf Saya Sapa Bung)Bung Budhy nampak percaya bahwa Kota Ternate memiliki potensi setara Kota New York untuk bisa menopang lompatan ekstra ordinary menuju kota megapolitan.
Oke! Kita terima itu sebagai sebuah mimpi. Namanya saja mimpi, harus menjulang tinggi laksana bintang dilangit.
Saya pun haqqulyakin dengan Bung Budhy bahwa pemimpin adalah salah satu faktor kemajuan sebuah daerah atau kota bahkan negara. Tetapi itu salah satu faktor dari beragam faktor yang menjadi prasyarat sebuah kota mampu melakukan lompatan kemajuan.
Banyak faktor dan elemen didalamnya, baik pemimpin, sumberdaya alam dan manusia serta tak kalah strategisnya yakni sistim politik pemerintahan yang melingkupinya.
Okelah, kita terima saja Ternate yang tak bisa melakukan lompatan karena salah satu faktor karena Walikotanya bukan sekelas Walikota Edward Koch, Walikota New York. Namun jika itu satu-satunya pertimbangan, rasanya vonis itu terlampau prematur.
Dalam arus kepentingan politik, sah-sah saja tetapi jangan sampai warga kota ini justru terjebak pada pilihan, lepas dari kandang macan tapi terperosok dalam kandang singa, itu bahaya.
Mengapa Edward Koch bisa melakukan lompatan ? lepas dari soal kualitasnya, ada faktor sosial dan politik yang menopang disana. Kita tahu bahwa New York eksis di Amerika Serikat yang menganut sistim negara federal. New York sebagai sebuah negara Federal mempunyai kuasa yang Besar dan luas mengelola potensi nya.
Kata mesin pencarian Google, Sistem pemerintahan federal Amerika Serikat mempercayakan kekuasaan penting kepada negara bagian, seperti membangun jalan, mendanai sekolah, dan mengelola kepolisian.
Amandemen ke-10 Konstitusi Amerika Serikat menyatakan dengan jelas bahwa kekuasaan yang tidak secara spesifik ditujukan bagi pemerintah pusat “diserahkan kepada masing-masing negara bagian, atau kepada rakyat.”
Di bawah sistem pemerintahan yang disebut “federalisme” ini setiap tahun negara bagian mengeluarkan undang-undang untuk berbagai isu. Kerap kali sebuah undang-undang yang mengatur suatu isu di satu negara bagian berbeda dengan undang-undang terkait isu yang sama yang disahkan negara bagian lain.
Karena pendekatannya berbeda, negara bagian dikenal sebagai “laboratorium demokrasi.” Undang-undang yang berhasil di satu negara bagian mungkin kemudian akan diadopsi oleh negara bagian lain atau pemerintah pusat.
Besarnya kekuasan negara federal atau negara bagian termasuk New York, memberikan ruang kuasa yang luas dan kuat bagi Walikota New York Edward Koch untuk melakukan lompatan mengeluarkan New York dari keterpurukan.
Negara federal memiliki ruang improvisasi untuk menangkap peluang geopolitik regional kawasan lintas negara bagian atau federal melalui undang-undang.
Tentu berbeda dan tidak aple to aple jika Mengkomparasikan nya dengan kekuasaan Walikota Ternate untuk bisa melakukan lompatan maju menuju Ternate Kota Megapolitan dunia
Sistem politik pemerintahan nya berbeda demikian danpak akselerasi kekuasaanya dalam pembangunan.
Sistem federal di AS amat berbeda jauh dengan sistem pemerintahan di Indonesia. Ada pemberlakuan sistem otonomi daerah namun sampai perkembangan terkini, kewenangan otonomi daerah semakin diperkecil dan melemah.
Lihat saja, Walikota New York bersama lembaga legislatif berwenang membuat Undang-Undang sementara Walikota Ternate bersama DPRD Kota Ternate hanya bisa membuat PERDA, perbedaan struktur hukum yang jomplang yang berdanpak langsung pada kuasa.
Itu baru sekelumit sistim politik, belum faktor sosial, ekonomi dan politik secara luas.
Tak bisa dipungkiri, masyarakat New York berbeda dengan masyarakat Kota Ternate.
Masyarakat New York terkenal maju dalam peradaban politik, sosial dan ekonomi. Masyarakat yang bebas dan demokrasi yang tegak lurus mengabdi pada kepentingan publik. Orang New York dan umumnya masyarakat di Eropa dan Amerika, peradaban politiknya sangat tinggi yang ditandai dengan kebebasan dan kontrol atas kekuasaan yang sangat tinggi. Lembaga legislatif tidak bisa bermain seenak perut menipu rakyat dengan konspirasi menekan pemerintah untuk kepentingan ya. Legislatif atau lembaga wakil rakyat harus bekerja untuk rakyat jika tidak ingin di tong sampahkan rakyat New York.
Dalam bidang ekonomi, masyarakat agraris nya sangat maju dengan etos kerja petani yang tinggi. Orang New York dan umumnya orang Eropa dan Amerika yang berprofesi sebagai petani, mereka memiliki usaha pertanian rata-rata puluhan sampai ratusan hektar lahan dan ranch peternakan. Demikian dengan kesadaran lingkungan nya.
Berbaurnya sistem politik, pemerintahan, sosial dan ekonomi dan lingkungan ini membentuk bangunan New York secara holistik untuk bisa melakukan lompatan maju sebagai kota Megapolitan dan pusat ekonomi dunia.
Ternate? Ya kita taulah, kota ini miskin SDA juga masih kurang terhadap kuasa untuk sebuah harapan Walikotanya memiliki kuasa ampuh untuk menghadirkan Kota Ternate yang maju layaknya New York.
Demikian pula, Belum juga relasi politik dengan legislatif, pemerintah provinsi dan pusat. Berharap pada DAU juga ibarat pungguk merindukan bulan bagi kebutuhan melakukan lompatan kemajuan seperti Edward Koch di New York.
Mengkomparasikan APBD Ternate versus Kota New York saja rasanya bikin malu-maluin.PAD New York dengan Kota Ternate bak langit dengan aspal.Kota New York bahkan bisa hidup mandiri dari PAD nya yang jika dirupiahkan bisa mencapai ratusan triliun bahkan nyaris Sam dengan APBN Indonesia.
Soal birokrasi saja masih harus ditata baik SDM dan etos kerjanya untuk perform sebagai birokrat inovatif dan punya komitmen bekerja untuk kemajuan kotanya.
Sosial? Rasa-rasanya Ternate kek masih unggul dengan New York. Kota dengan warganya yang religuis dan beragam etnis yang berbudaya ini, bisa membangun kesadaran sosial yang toleran.
Optimisme harus tetap tegak lurus untuk menemukan seorang pemimpin Kota Ternate yang mampu membawa Kota Ternate melompat tinggi layaknya Walikota Edward Koch mendesain New York.
Sejujurnya, secara pribadi saya untuk mengangkat sederet pembangunan yang lagi dirintis dari Walikota Tauhid karena pandara kenanga dan sejumlah ruang publik mungkin belum setara ruang-ruang publik di kota.
Saya juga malu, bahwa Walikota Tauhid Soleman berhasil mengeluarkan Kota Ternate dari jebakan pendemi covid 19 dan kembali menyemai asa kemajuan Kota Ternate.
Walikota Tauhid Soleman tak bisa dipungkiri ada lemahnya baik pribadi dan sistimatis.
Namun nuansa lain bisa kita baca dari raut wajah warga Kota ini ketika mereka memenuhi spot-spot rekreasi Kota seperti di Taman Nukila, Pandara Kenanga, objek wisata di Tolire dll dan tak ketinggalan di taman didepan Kantor Walikota yang tak sepi dengan persembahan hiburan.
Kasat mata, warga Kota ini sedang menikmati geliat kehidupan ber cita rasa Kota yang mungkin belum dan tak sebanding Kota New York.
Jangan takut, jika tak ingin Tauhid Soleman lagi, karena telah banyak muncul calon pemimpin Kota Ternate.Mereka mungkin memiliki kemampuan lebih untuk bisa merajut Ternate berasa New York.
Bung Budhy juga harus lebih memkirkan bagaimana pilwako harus bebas dari politik uang serta mengedepankan politik gagasan bukan politik identitas.
Pemimpin terbaik juga harus lahir dari pola rekrutmen partai yang profesional bebas dari politik sangoni dan saweran disamping partai melalui kader-kader di parlemen harus mampu mengawal pemerintahan dengan baik dan sistimatis.
Dalam arus demokrasi yang berkualitas dan sistim pemerintahan yang kuat, tidak sulit menemukan pemimpin-pemimpin yang kompeten untuk memajukan negerinya. Akan tetapi kita harus bersyukur dari masa Walikota Syamrir Andili, Burhan Abdurahman hingga Walikota Tauhid Soleman punya style kepemimpinan yang berbeda-beda dan menghadapi persoalan kota pun yang berbeda-beda. Maka mimpi bersama kita kedepan adalah soal bahu-membahu membantu, memberikan pandangan, maupun kritik kepada program pemerintah untuk tetap melanjutkan yang belum terlaksanakan, agar mencapai cita-cita bangsa, menuntaskan kemiskinan, menciptkan kesejahteraan, dan memberikan pelayanan terbaik di segala sektor untuk bersiap menuju Indonesia emas 2045.(***)
Ternate, 3 September 2023.
Depan Taman Nukila, Kota Ternate.
Usman Sergi.