Tidak masuk akal rezim lebih mendahulukan kepentingan asing dan oligarki dibandingkan dengan ribuan warganya yang miskin. Bukan mereka antiinvestasi, tapi tujuan investasi haruslah yang menyejahterakan rakyat, memajukan bangsa, dan menguatkan negara.
Faktanya, belum apa-apa rezim sudah mnghadirkan musibah bagi warga lokal. Tanpa musyawarah lebih dulu dengan warga lokal, pada Agustus lalu pemda mulai melakukan pematokan tanah rakyat di sana.
Pantas saja warga lokal marah besar atas upaya rezim merampas lahan mereka dengan kompensasi yang jauh dari memadai. Mereka yang pada pilpres 2019 mencoblos Jokowi. Dalam kampanye waktu itu, Jokowi berjanji akan membuat sertifikat tanah bagi warga Rempang. Lalu, di dalam suatu rapat kabinet, presiden menyatakan tidak boleh konsesi lahan diberikan kepada investor dengan mengusir penduduk lokal. Penduduk harus merupakan bagian dari konsesi. Kalau tidak, izin konsesi harus dicabut.
Rezim, melalui Menko Polhukam Mahfud MD, lebih suka menggunakan kata ‘pengosongan’, bukan penggusuran. Kata ‘pengosongan’ punya makna tanah itu milik negara yang hendak diambil kembali. Sedangkan ‘penggusuran’ punya konotasi negatif, yakni pengusiran rakyat dari tanah mereka sendiri. Faktanya, memang ini yang terjadi di Rempang.
Puak Melayu — total populasi sekitar 7.500 jiwa — sudah menghuni wilayah itu lebih dari seabad sebelum Indonesia merdeka. Dus, atas dasar apa rezim mengklaim tanah penduduk di Rempang sebagai milik negara?
Investasi dengan cara menggusur warga lokal , sebagaimana praktik kolonial, bertentangan dengan tujuan imvestasi. Bukan saja warga lokal kian menderita akibat tercerabut dari akar sosial-budaya dan sumber penghidupan mereka, tapi juga melemahkan negara.
Berhentilah melihat investasi sebagai kunci penyelesaian semua hal yang mendera bangsa ini. Investasi tentu saja berguna sepanjang ia dikelola dengan baik di mana kesejahteraan dan keadilan sosial menjdi titik pusat pembangunan, bukan memperkaya orang yang sudah sangat kaya dan memiskinkan orang yang sudah sangat miskin.
Bukankah tujuan kita memerdekakan diri dari penjajahan adalah menghadirkan kemanusiaan yang beradab serta keadilan sosial? Dalam membangun, jangan meniru cara pandang kolonial atau rezim Orba yang main gusur atas nama investasi.
Tanah-tanah rakyat yanh tidak bersertifikat meskipun sudah ditempati secara turun-temurun dirampas begitu saja. Sikap dan tindakan ini juga yang hendak dilakukan rezim di Rempang.
Mereka tidak belajar dari konsep pembangunan humanis yang diterapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang mnjdikan humanisme berkeadilan titik berangkat setiap kebijakan pemerintah.
Untuk warga yanh terpaksa tergusur, ia membangun perkampungan-perkampungan yanh layak huni, bhkan kualitasnya lebih baik daripada habitat mereka sebelumnya.
Lalu, kita ingat ia menghentikan proyek oligarki berupa reklamasi belasan pulau bernilai Rp 500 triliun hanya karena proyek ini merusak lingkungan dan menggerus nafkah hidup nelayan kecil.
Menghadirkan keadilan sosial dan melindungi seluruh rakyat tanpa kecuali merupakan cita-cita kemerdekaan yang harus dipenuhi pemimpin sebagaimana diulang-ulang Anies. Kalau rezim dibenarkan menggusur rakyat kapan pun mereka mau, maka apa bedanya dengan penjajah? Lebih dari itu, rakyat di manapun kini was-was dengan masa depan huniannya. Hari ini Rempang, besok mungkin tanah kita.
Komentar