oleh

Beda “Level” Buku,Beda Pemahaman : “Tragedi” Masker yang Bikin Malu itu [Part 72].

-HEADLINE, OPINI-148 Dilihat

Masih banyak contoh lain, ini sampel saja.Pertanyaannya,haruskah semua jamaah wajib menerima fakta-fakta begini atas nama hidup bermasyakat dengan mengorbankan ketenangannya beribadah karena dasar keyakinan yang terbangun, berbeda dengan prilaku pengelola masjid tadi,karena buku yang di baca bisa saja berbeda???

Artinya,variabel prilaku pengelola tempat ibadah paling mungkin jadi faktor yang “merusak” kenyamanan ini, yang mungkin di sembunyikan atau pura-pura tidak tahu oleh yang curhat soal apatisnya jamaah tadi.Harus di cari sebab dan jalan keluarnya.Jangan terbiasa membela diri karena tak mau mengambil resiko tapi menyalahkan yang lain tanpa dasar.Ini prilaku yang kurang baik karena tak pernah menyelesaikan masalah.

Baca Juga  Bangun RSUD Tipe C di Taliabu dan Hal-Tim, Warga : Terimakasih Pak Presiden Prabowo

Di tulisan part sebelumnya, saya pernah mencoba untuk mengidentifikasi sumber masalahnya.Karena ada gejala bahkan fakta yang paradoks : di saat pertama kali mengikatkan niat untuk membangun tempat ibadah secara swa kelola,umumnya yang terlihat,partisipasi warga hingga kerelaannya mencapai ambang paling tinggi.Warga bersatu padu,bahu-membahu siang dan malam tak kenal lelah, demi semangat yang mulia ini.Semua warga di lingkungan kita, serasa bersaudara bahkan lebih.

Baca Juga  KH.Ghani Kasuba, Lc, Pemimpin, Guru, Orang Tua dan Sahabat

Tetapi semua jerih payah tadi sudah terlihat hasilnya berupa masjid yang berdiri megah, coba diam-diam kita amati.Tak jarang ada oknum yang coba memposisikan diri sebagai “pemilik tunggal” dan cenderung meremehkan yang lain.Ini soal mentalitas pribadi-pribadi yang berpotensi merusak solidaritas.Hak milik itu pasti di nisbatkan atas bangunan yang telah berdiri, bukan pada pondasi atau tanah kosong.Tak terlalu penting lagi mengingat hasil keringat banyak orang.

Solidaritas,rasa senasib dan sepenanggungan tadi, perlahan mulai bergeser jadi potensi disharmoni antar warga,sebuah fakta yang miris.Di beberapa tempat, saya mengamati fakta yang lain, bendahara takmir masjid “berkuasa penuh” atas segala tindakan pengeluaran hingga menentukan warga dan bentuknya “mempercantik” masjid tanpa “konsultasi” ke pengurus lainnya.

Baca Juga  Akademisi Apresiasi Walikota M. Tauhid Alih Fungsikan Mall Gamalama Jadi RSUD.Begini Pandangannya.

Sebab lain, mungkin fakta kehadiran masjid di sebuah lingkungan masyarakat,tidak di rasakan “efek” sosial-keumatannya bagi warga sekitar,paling tidak secara ekonomi.Kita punya modal kebiasaan masyarakat menjadikan masjid sebagai muara donasi infaq dan sadakah.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *