oleh

Beda “Level” Buku,Beda Pemahaman : “Tragedi” Masker yang Bikin Malu itu [Part 72].

-HEADLINE, OPINI-148 Dilihat

Ada baiknya jika masjid juga melakukan perannya sebagai fasilitator “subsidi silang”.Kalau di setiap jum’at di rasa “memberatkan”,mungkin sekali sebulan,ada kaum fakir di lingkungan yang di santuni oleh infak/sadakah jamaah tadi.Tidak ada yang salah di sini.Mungkin tanpa sadar,kita telah turut “memecahkan’ sedikit masalahnya yang bisa saja jadi “penghambat” mereka menyam angi masjid.Siapa tahu begitu.

Terlalu terpaku pada kebiasaan masa lalu saja yang bikin kita tidak kreatif dan produktif.Belajar pada masjid lain yang sudah begitu jauh dan moderen mengelola sumbangan jamaah,masjid bersaldo nol,misalnya.Kita tidak bisa membangun perspektif pandangan kita sebagai pengelola masjid menggunakan referensi yang telah usang berhadapan dengan fakta jamaah dan lingkungan warga kita yang mungkin sudah jauh jangkauan wawasan dan pengalamannya di soal-soal begini.

Baca Juga  Pertarungan Politikus Saudagar, Birokrat dan Aktivis Politik di Perang Kota

Saya pernah menulis untuk memberi apresaiasi terhadap beberapa masjid di kota Ternate misalnya,yang pengelolaan terlihat makin mulai baik.Soal sadakah beras di tiap jum’at misalnya.Poin yang bikin saya kagum karena sensitifitas pengelolanya melihat masalah yang di hadapi jamaahnya di sekitar masjid.Itu poin pentingnya.Jika mau mengambil peran mengurusi umat maka itu resikonya : melihat fakta miris dan berpikir mencari solusi,banyak waktu yang harus tersita hingga mungkin mengganggu kita untuk beristirahat dan lain-lain.Bagaimana masalah umat dan warga bisa di kenali dan segera di selesaikan jika kita sendiri memilih tidur lebih awal dan cenderung eksklusif.Di urusan ini, kadar peduli dan ikhlas itu ujian paling pertama.Mengeluh tetapi tak paham sumber masalah, akan sia-sia.

Baca Juga  Ada yang Lindungi DPD di KPK?

Terakhir, klaim bahwa yang paling sering hadir di majelis taklim,yang paling di berkahi Tuhan.Yang lain,yang di rumah saja, tidak.Lagi-lagi ini soal baca buku.Kalau ini klaim maka bagi saya, kita telah telah turut memperlihatkan dangkalnya level pemahaman kita dari sisi materi dan cara.Di part lalu, saya mengutip ceramah Buya Arrazy Hasyim,seorang mubaligh paling di kenal.Beliau mengurut level pengenalan dan makrifat seorang hamba atas 3 bagian.Dan bagian pertama sekaligus paling rendah tingkatannya adalah hamba yang beribadah karena berharap imbalan pahala.Menghamba dengan mentalitas karyawan,ada upah dan gaji yang di terima.Kurang lebih itu analognya.Ini dari sisi materi.Dari sisi cara,tak elok mengklaim,apalagi di wilayah “wallahua’lam” ini.

Baca Juga  CATATAN PIMRED : MENAKAR SIKAP POLITIK WALIKOTA TERNATE di PERANG KOTA 2029.MTS antara RM dan NA

Kita mestinya tak bisa menjadi sombong karena merasa paling alim di soal-soal begini.Menganggap kita paling hebat karena sering terlihat berjubah hingga merendahkan yang lain,bisa membuat kita lupa diri,terjebak ri’ya dan terhapus pahala amalan.Tak sekedar itu,ini yang bagi saya,perlu jadi renungan diri : tanpa sadar,kita sering mengobral kedangkalan pemahaman kita ketika berbicara di depan banyak orang.Bisa jadi,ada di antara mereka yang menertawai meski itu tak di tampakan.

“Merayu” Tuhan agar berpaling kepada hambaNya adalah wilayah “hakikat” setiap hamba.Dan rayuan tadi bisa saja tak kesampaian gara-gara kita terlalu sibuk bertengkar hingga nyaris adu jotos karena sebab-sebab yang sepele, masker misanya.Wallahua’lam.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *