oleh

FAGOGORU ANTARA SEJARAH DAN KEKAYAAN SDA, TINJAUAN PERSPEKTIF MALUKU UTARA, NASIONAL DAN GLOBAL.

-HEADLINE, OPINI-226 Dilihat

Dan Fagogoru itulah, kemudian berkembang nilai kohesi sosial lainnya. Fantene, saling memberi sesuatu dengan menggelar Fanten, perayaan budaya yang dilaksanakan setiap datangnya Maulid Nabi Muhammad SAW. Bulan kelahiran Rasulullah SAW. Fagogoru kemudian perlahan-lahan, melebur dan membentuk wawasan “falsafah integralistik” yang mengatasi partikularitas paham perseorangan dan golongan di antara masyarakat Maba, Patani, Weda.

Dalam perjalanannya, Fagogoru kemudian mengalami banyak tafsiran makna, simbol, dan mitos. Tulisan singkat ini tidak akan memasuki wilayah itu. Yang pasti, bahwa Fagogoru tidak terbatas pada simbol dan mitos. Fagogoru jauh melesat menjadi sebuah nilai, yang hingga detik ini hidup subur dalam ruang kehidupan sosial budaya masyarakat Gamrange: Maba, Patani, Weda.

Secara intrinsik, Fagogoru melahirkan nilai-nilai dari dalam, yakni: Ngaku re Rasai, Budi re Bahasa, Sopan re Hormat, dan Mtat re Mimoy. Nilai-nilai ini mungkin persis sama dengan nilai-nilai daerah lain. Namun memiliki kebermaknaan yang mungkin saja dari segi penafsiran akan sedikit berbeda, atau memiliki klaim-klaim yang beragam, bahkan saga asal-usulnya.

Baca Juga  Mengenang Hari ke 7 Kepergian Abadi KH.Ghani Kasuba, Antara Legacy dan Kehilangan

Ngaku re Rasai merupakan nilai yang meletakkan legitimasi atas pengakuan akan hubungan manusia dengan Tuhan (habblum minallah) sebagai sesuatu yang sakral dan sentral. Hubungan manusia dengan Tuhan, menjadi dimensi paling mendasar bagi masyarakat Fagogoru, karena disitulah nilai transendensinya diletakkan. Ngaku, suatu pengakuan kedirian manusia yang lemah dihadapan Sang Pencipta. Manusia hanyalah abdi dan tidak memiliki apa-apa, selain ketakwaan. Melalui syahadat, pengakuan itu dikuatkan dan dilesatkan. Nilai ini diawali dengan membangun hubungan dengan sesama manusia (habblum minannas), Rasai. Yaitu, pengakuan akan hubungan persaudaraan dengan sesama manusia tanpa melihat latar sosial, sebagai jembatan menuju hubungan dengan Tuhan. Ngaku Rasai merupakan bentuk representasi absah kosmologi Fagogoru.

Bagi masyarakat Patani, pengejawantahan nilai-nilai Fagogoru dibuktikan dengan memberi bekal bagi anak-anak mereka. Sejak subuh anak-anak Patani sebelum berangkat ke sekolah diwajibkan mengaji terlebih dahulu beberapa lembar. Sebuah model penanaman pendidikan karakter yang telah dikenal sejak lama di Patani.

Baca Juga  Innaillahi Wainnailahi Rodjiun, Mantan Gubernur Malut KH. Ghani Kasuba Berpulang Kerahmatullah, Malut Berduka

Budi re Bahasa adanya laku dan tutur yang terjaga ketika menyampaikan kepada sesama, terlebih kepada yang lebih tua. Budi bahasa mengimplementasikan nilai-nilai persaudaraan terhadap sesama. Di sinilah, peran bahasa menjadi sesuatu yang demikian penting. Selain sebagai unsur pemersatu bagi masing-masing wilayah Maba, Patani, Weda, Budi Bahasa bagi masyarakat Fagogoru menjadi titik sentral untuk merawat nilainilai luhur yang ada bagi kelangsungan kehidupan.

Sopan re Hormat, merupakan sikap perilaku, kesantunan, serta hormat menghormati yang diwujudkan dalam kehidupan sosial masyarakat Fagogoru. Sopan hormat merupakan aplikasi tindakan moral dari individu yang selalu dijaga, di mana pun, dan kapan pun. Sopan Hormat lebih merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap sesama manusia.

Mtet re Mimoy/Metakat re Mimoy/Maimoe re Mataket, berarti malu dan takut melakukan kesalahan. Bagi masyarakat Fagogoru, memiliki nilai malu dan takut melakukan suatu kesalahan merupakan penghormatan atas martabat dan harga diri. Mtet re Mimoy merupakan landasan etis bagi masyarakat Fagogoru, yang mengkonstruksi Ngaku re Rasai. Melalui Mtet re Mimoy, ruang kesadaran untuk memahami dimensi sosial kehidupan didedahkan.

Baca Juga  Pemerintahan Bassam-Helmi Tuai Apresiasi BPK

Sementara nilai yang menguatkan dari luar, atau nilai ekstrinsik, oleh masyarakat Maba, Patani, Weda meliputi: Falgali (saling membantu), Fantene (saling memberi), Faisayang (saling menyayangi), Faisiling (saling mengingatkan), Fasigaro (ajakan kebersamaan), Falcino (kegembiraan bersama /simore), Fadedele (mengikut-sertakan), Fabuleta (suatu bentuk Falgali untuk membantu orang meninggal) dan Fabinofo (bentuk Falgali untuk membantu orang menikah). Fabuleta dan Fabinofo, merupakan bentuk Falgali yang dikenal di kalangan masyarakat Weda.

Fagogoru, tidak sekadar sebuah mitos, simbol, dan performa budaya. Lebih dari itu, Fagogoru menjadi sebuah identitas yang diartikulasikan dari pengetahuan, kepercayaan yang diuntai dengan nilai-nilai, dirawat dalam alam pikiran, yang setiap saat diproduksi melalui kisah dan lelaku masyarakat Gamrange, untuk menjadi inspirasi yang menautkan generasi demi generasi.(Herman Oesman, Lefo.id).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *