oleh

Kabar Duka Yang Jadi Pemantik Memori itu : Mengenang Almarhum Thaha Kotu dan I.E.Toekan [Part 74].

-HEADLINE, OPINI-141 Dilihat

Nama ini begitu lekat di memori kecil saya karena kebetulan tempat yang jadi “hotel” menginap semua peserta seleksi, juga termasuk kediaman orang tua saya di kelurahan Gamtufkange tadi.Maklum, di jaman itu belum ada penginapan komersial.Keseharian aktifitas di jeda kegiatan, senantiasa di iringi lantunan ayat-ayat kitab suci beserta “lagu”nya.Mungkin juga sedang melatih diri,tak terkecuali almarhum ini.Beliau termasuk salah satu peserta seleksi ketika itu yang paling di puja mentornya, Abdullah Maki tadi.

Variabel lain membludaknya penonton seleksi ini karena iklim dan kultur keagamaan ketika itu begitu kental.Di level seleksi saja animo warga begitu kuat,apalagi di pagelaran event.Mereka berdatangan dari penjuru hingga pelosok, semata-mata karena ingin menyaksikan event begini, nyaris dengan segala resiko.Fenomena ini di Maluku Utara ketika itu, mungkin sama.Sudah berbeda dengan saat ini, event berskala nasional tetapi penikmatnya tak lagi terlihat antusias.

Baca Juga  In Memoriam KH. Abdul Gani Kasuba, LC, Ustad Ku, Gubernur Ku

Almarhum ustadz Thahah Kotu, di kenal punya nama di pentas nasional soal urusan melagukan ayat-ayat suci Alqur’an.Sama seperti qari Arsyad Salasa.Juga qariah Jihadiah Badar asal Tidore yang fenomenal itu, juara dunia lomba ini di tingkat antar bangsa, sebuah capaian yang mungkin sulit untuk di ulangi generasi kita saat ini.

Ada ide lama saya, yang harus saya ulangi di tulisan pendek ini, meski mungkin telah “terlambat”.Saking “kesal”nya terhadap perlakuan pada mereka-mereka ini, saya pernah menyampaikan ide sekaligus tawaran ini ke qari Arsyad Salasa, ketika itu,di sekitar 13 tahun lalu, meski akhirnya tak jadi nyata : merekam secara audia-visual pengajiannya untuk beberapa surat dalam kitab suci dalam bentuk kepingan CD dan membaginya secara gratis ke semua masjid.Saya berpikir bahwa satu-satunya kenangan bernilai “tinggi” itu harus di patrikan sebelum mereka bertambah usia dan berubah kualitas suaranya dan lain-lain.Tidak hanya Arsyad Salasa, juga Jihadiah Badar, yang setahu saya, belum punya album kasetnya.Padahal posisinya bisa di bilang setara nama-nama beken seperti Nanang Qasim, Maria Ulfa, Muammar, Mirwan Batubara, dan lain-lain.Sejujurnya, hingga di sini, ada yang di sesali.Entah buat almarhum Thahah Kotu, kita pernah mematrikan bentuk kenangan yang “tak mahal” ini atau tidak.

Baca Juga  RM, Leadership, Tehnokrasi dan Kepemimpinan Yang Peduli

Mengenang almarhum ustadz Thahah Kotu, sama berartinya saya mengenang almarhum I.E.Toekan, seorang sosok kepala daerah yang peduli dan agamais serta tak terhingga mematrikan memori indah bagi daerah yang dengan status “miskin” di saat itu.

Mereka, bagi saya, adalah orang-orang yang memilih berbuat karena peduli dan panggilan jiwa untuk agamanya, bukan karena berharap di anggap hebat.Allah SWT.Tuhan seru sekalian alam, kiranya menempatkan arwah mereka pada sebaik-baiknya tempat di sisiNya.Wallahua’lam.(***)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *