oleh

Dari Politik Uang, Pesta Muda-Mudi Hingga Sesi Foto Yang Bikin Lucu : Apresiasi Atas Ide Safari Jum’at [Part 75].

-OPINI-118 Dilihat

Saya merasakan ada nuansa yang berbeda.Mungkin karena yang memberi pesan ini adalah sosok anggota polisi yang kelihatan “kompeten” juga meramu pesan dan kutipan pesan Tuhan.Tetapi juga, pesannya adalah sesuatu yang berkatagori pelanggaran kamtibmas, yang nyaris berulang setiap saat dan itu terjadi hingga di tiris rumah kita, tetapi kita mengganggapnya sebagai “biasa-biasa saja”.Mungkin karena sering berulang hingga jadi biasa.

Soal minuman keras [miras], misalnya.Sesuatu yang mulai terlihat biasa-biasa saja di sikapi, padahal kita sadar bahaya dan efek merusaknya bagi generasi muda.Sang “mubaligh” yang anggota polisi ini, menceritrakan macam-macam modus yang di tempuh untuk lolos dari jeratan petugas.Ada analog yang menarik, bagaimana memproteksi peredaran hingga konsumsinya : jika kita di wilayah ini tak lagi menghisap rokok kretek “Surya”, maka pasarnya akan berhenti, karena tak ada lagi penikmat.Distributornya langsung banting stir cari lahan lain.Demikian juga, katanya, dengan miras.Peredarannya langsung berhenti.

Baca Juga  Selamat Jalan Bulan Suci, TAQABBALLAHU MINNA WAMINKUM” Semoga Berjumpa Kembali di Ramadhan 1447 Hijriyah

Meski tak semudah itu karena harus “menyadarkan” penikmatnya yang “tak jelas” berapa banyak dan di mana saja domisili mereka.Belum lagi mendefenisikan makna “kecanduan” bagi penikmat beratnya.Tetapi saya menaruh harapan atas upaya para anggota polisi ini.Setidaknya, ada “kegelisahan” di internal mereka, yang melahirkan program dan kegiatan ini.Kadang memang, kita butuh di ingatkan terus-menerus setiap waktu.Ada “tesis” lain yang di ungkapnya, jika mayoritas masyarakat kita baik, kita akan memilih pemimpin yang baik.Sebaliknya, pemimpin terpilih di nilai “tak tepat”, karena masyarakat pemilihnya juga tidak beres.Alhasil, pemimpin terpilih adalah cermin kualitas pemilih.Ada benar ungkapan ini.Soalnya adalah bagaimana memecahkan “teka-teki” ini : mana yang lebih duluan harus menjadi “baik”, calon pemimpin atau rakyat pemilih.

Baca Juga  SHERLY TJOANDA ANTARA GOOD GOVERNANCE dan BISNIS INTERES

Bagi saya, masih lebih baik kita memilih pemimpin yang menggunakan sedikit “cara yang salah” untuk terpilih, tetapi ada tekad kuat untuk mau memperbaiki masyarakatnya yang salah, dari pada sudah salah dan bertekad memelihara dan “melanggengkan” kesalahan.Pada akhirnya, semua ini memang rumit.Tak semudah yang kita duga.Yang tampak sesungguhnya hanya output dari “pustaka” sistem politik kita, yang telah di pilih.

Jujur, saya kaget.Saya pikir ini adalah program yang di gagas secara nasional, ternyata murni idenya pimpinan Polresta Tidore.Sudah sewajarnya sebagai daerah yang kuat kultur Islamnya dan penganut mayoritas, nilai dan pesan agama memang harus di tegakan.

Baca Juga  Pertarungan Politikus Saudagar, Birokrat dan Aktivis Politik di Perang Kota

Pesan lain, ada keinginan membatasi waktu pelaksanaan “pesta” hingga pukul 24.00 saja.Pesta apa saja.Ini juga inisiatif yang bagus dan butuh dukungan banyak pihak, terlebih pemangku kepentingan.Ada kampung-kampung tertentu, sepertinya menganggap pesta muda-mudi sebagai hal yang sudah “ketinggalan jaman” dan tak lagi menghiraukannya.Tetapi di kampung tertentu, dia “lagi naik daun”.Jangankan acara kawinan, di ulang tahun warga hingga khitanan misalnya, kalau perlu di buatkan pesta.Esensinya, kita sebetulnya sedang memutar balik “jarum jam peradaban”, saat di mana, memalang jalan umum dan menggelar pesta muda-muda, di anggap semacam “simbol kemoderenan”.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *