oleh

Nasib Istana Pasca Pemilu Hari Ini

-HEADLINE, OPINI-227 Dilihat

 

Seperti tulisanku beberapa hari lalu, jika dipaksa satu putaran, maka nasib negara ini boleh jadi akan cukup menghawatirkan. Saat ini, istana tidak cukup kuat setelah meninggalkan PDIP. Hanya PDIP dengan BIN beserta jaringan solidaritasnya di Polri selama ini yang menjadi back bone utama bagi istana. Di luar itu, back up istana boleh dibilang rapuh karena tidak memiliki konsolidasi emosional.

Lingkaran istana dan projo tidak cukup kuat untuk melawan gelombong massa yang semakin membesar jika hasil pemilu hari ini diwarnai berbagai kecurangan. TNI akan bersikap lebih rasional dan realistis ketika menghadapi jumlah massa yang besar.

Baca Juga  Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Hal-Sel Tahun 2024 Meningkat

Di sisi lain, kekuatan Polri sudah terpecah. Dalam konteks pilpres, tidak semua loyal ke kapolri dan istana. Ada Polri Struktural (punya jabatan), ada non struktural (tidak punya jabatan). Non struktural dan sebagian yang punya jabatan terkoneksi dengan PDIP melalui BIN. Mereka adalah orang-orang yang dulu dibesarkan oleh Budi Gunawan, kepala BIN dan PDIP.

Baca Juga  Pertarungan Politikus Saudagar, Birokrat dan Aktivis Politik di Perang Kota

Kekuatan lain dari pendukung istana adalah ormas pemuda NU. Ormas pemuda NU ini sekarang cenderung silent setelah gerbong PKB dibawa Cak Imin ke Anies Baswedan. Isu politik agama yang selama ini memicu ormas pemuda ini bergerak sudah mulai samar dan tidak terdengar. Tidak ada lagi narasi yang kuat bagi ormas pemuda NU ini untuk mengkonsolidasikan gerakan.

NU seperti juga Polri, tidak semuanya mendukung istana. Bahkan kekuatan besarnya yaitu pesantren-pesantren besar seperti Lirboyo, Ploso, Sarang, Sidogiri, Jombang, Lasem dan Kempek Cirebon, mayoritas mendukung Muhaimin Iskandar. Pesantren-pesantren lainnya, juga pemuda NU yang selama ini berafiliasi ke istana cenderung diam. Mereka tidak mungkin mau berbenturan dengan pesantren-pesantren dan ulama-ulama besar NU. Di NU, tradisi santri itu sami’na wa atha’na terhadap Kiai. Pemuda NU adalah mereka yang umumnya santri. Mereka pernah nyantri kepada para kiai di pesantren.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *