Ambil contoh ada Presiden Gubernur atau kepala daerah yang menyandang status Raja setiap saat menghadapi kritik yang bersiliweran di media maeanstream dan media sosial bahwa Gubernur di duga melakukan korupsi bahkan sangat kritis Gubernur Koruptor” apakah bisa di terima secara emosional oleh Gubernur yang berstatus raja dan para pengikutnya ?Itu baru soal isu korupsi, belum isu demokrasi.
Bahkan sebaliknya lebih berbahaya dan menandai lonceng kematian demokrasi adalah apabila rakyat takut menyampaikan kritik karena pemimpin berstatus seorang raja.
Sejauh ini kita belum menemukan praktek kekuasaan Raja di panggung demokrasi berlangsung stabil dalam sistem kekuasaan demokratis.
Idealnya, Raja berperan substansial sebagai pengawal kekuasaan dan pengayom rakyat.Posisi ini lebih memungkinkan Raja bertransformasi sebagai tokoh bangsa dan tokoh moral dalam memperkuat demokrasi ketimbang tokoh kekuasaan yang sarat kepentingan.
Ini harus menjadi catatan penting bagi partai politik dan pers sebagai pilar demokrasi dalam upaya mendorong penguatan sistem demokrasi.
Tentu tidak bisa menyerahkan desain kepemimpinan demokrasi kepada pemilu formalitas ditengah kesadaran rakyat akan demokrasi yang masih minim.
Ingat ! Kekuasaan yang lahir secara demokratis tidak menjamin tegaknya kelangsungan demokrasi !
”Demokrasi Itu Mati Ketika Rakyat Takut Berbicara “
Bekasi, 12 Mei 2024.
Komentar