oleh

Tanpa Oposisi, Bagaimana Mungkin Ada Demokrasi?

Hukum ketatanegaraan kita memang tidak mengenal oposisi. Tapi secara fungsional, oposisi telah ada dan dibutuhkan. Trias-politika yang dianut dalam ketatanegaraan kita memposisikan DPR sebagai lembaga kontrol pemerintah. Kalau semua parpol bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran, maka siapa yang akan melakukan kontrol? Sementara rakyat tidak punya hak imunitas. Tidak kebal dari UU ITE ketika melakukan kontrol.

Baca Juga  Kecerdikan Pelatih dan Tuah Kandang Kie Raha, MU Kandaskan Persis Solo

Fungsi legislation dan budgeting DPR selama ini juga lebih banyak diambil alih oleh pemerintah. DPR seringkali hanya pekerja formalitas yang dijadikan sebagai pihak yang pegang stempel. UU Omnibus Law ketenagakerjaan, Minerba, dan lainnya adalah sodoran pemerintah yang disahkan oleh DPR. Kenapa ini terjadi? Karena para ketua umum partai yang menjadi bosnya para anggota DPR itu telah bergabung dengan koalisi pemerintah. Cukup melalui ketua umum partai, pemerintah bisa kendalikan seluruh anggota DPR.

Baca Juga  DEBAT KE II PILKADA MALUT, Dr.Sofyan Abas : MK-BISA Menguasai Panggung

Di sinilah pentingnya peran oposisi. Partai-partai yang tidak ikut bergabung di koalisi bisa memberi kebebasan kepada para kadernya di DPR untuk tetap kritis dan melakukan kontrol terhadap pemerintah. Dari sini demokrasi akan hidup. Ekspektasi rakyat juga relatif bisa disuarakan.

Pemerintah bukan malaikat. Ada nafsu, bahkan seringkali gede nafsunya. Bukan saja nabrak aturan, tapi juga suka mengubah aturan sesuai kebutuhannya. Siapa yang bisa kontrol pemerintah? Ya DPR. Kalau partaimya masuk koalisi, bagaimana para anggota DPR bisa mengontrol pemerintah? Jatah menteri di kabinet bisa hilang. Lihat nasib Nasdem.

Baca Juga  Legislator Muda DPR RI Asal Malut Apresiasi Presiden Prabowo Hapus Hutang Kredit UMKM

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *