HEADLINEOPINIPOLITIK

Lebaran Cakalele Ala MK-MTT di Halut

Catatan Demokrasi Bung User Alias Usman Sergi.

Calon Gubernur Malut Dr.H.Muhammad Kasuba, MA dan Muchlis Tapi-Tapi menggelar silaturahmi lebaran Idul Adha Cakalele di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara.

Dr.H.Muhammad Kasuba, MA yang didaulat sebagai Khotib pada  salat Idul Adha di Tobelo berkesempatan bersilaturahmi dengan wakil bupati Halut sekaligus saudara se Togale.Wong Itang saudara se agama, se suku dan se bangsa serta se negara wny not ya kan.

Viral ! Lebaran Cakalele Dr.H.Muhammad Kasuba, MA-Muchlis Tapi-Tapi di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara seperti pula lebaran kuda Jokowi-Prabowo yang pernah disentil Presiden RI ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono dan viral saat lebaran pertama Presiden Joko Widodo sebagai Presiden RI ke 7.SBY kala itu berada diluar kekuasaan dinilai reaksioner atas potensi bersatunya Jokowi-Prabowo dalam koalisi pemerintahan.Meskipun kekhawaturan SBY itu tak terbukti, lebaran Kuda itu menjadi phonomena dalam politik Indonesia.

Dr.H.Muhammad Kasuba, MA yang berlebaran di  Tobelo, Halut bersilaturahmi ke kediaman Wakil Bupati Bumi Marahai itu disambut dengan tarian cakalele.Baik Calon Gubernur dan Wakil Bupati Halut yang kembali mencalonkan diri di Pilkada Halut sebagai calon Bupati itu ber cakalele ria.

Manuver religuis-cultural 2 putra Canga ini nampak mengusik publik politik Maluku utara.Jangan-jangan mereka bersatu, mungkin itu kegalauan publik politik yang mengemuka.

Apakah ini tradisi cultural biasa atau menyiratkan pesan politik, bisa iya bisa tidak, kita semua belum tahu.Jika bisa iya kenapa demikian sebaliknya, wong orang merasa se suku yang senasib !

Catatan kritisnya, asal jangan membawa identitas suku lain seperti juga jangan menunggangi politik identitas agama lain !

Cakalele adalah indentitas cuktural orang Tobelo, Galela, Waiyoli, Pagu, Modole dan Tobaru, 6 Sub etnis Togale, etnis dan suku asli pulau Halmahera yang membentang dari ujung utara Halmahera Utara sampai ujung selatan Kabupaten Halmahera Utara.

Dilansir dari media siber detik Sulsel, Tari Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku Utara yang menggambarkan ekspresi perang masyarakat Hulaliu, Maluku, pada masa lampau. Umumnya, Tari Cakalele ini dipertunjukkan saat penyambutan tamu ataupun perayaan adat.

Dilansir dari jurnal Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang berjudul Perubahan Makna Tarian Cakalele pada Masyarakat Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, Tari Cakalele merupakan sebuah simbol bagi masyarakat Maluku tentang cara manusia menjaga martabat dan harga dirinya. Tarian ini menyiratkan tiga pesan tentang bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik antara dirinya dengan tuhan, alam, dan sesama manusia.

Saat pementasan, penari akan bergerak dengan bersemangat, mata melotot, melompat, dan berteriak-teriak seperti kesurupan. Penampilan yang tampak menyeramkan itu sebenarnya merupakan bentuk ekspresi untuk memunculkan aura perang, karena itulah tarian ini juga dikenal sebagai tarian perang.

Gerakan yang dilakukan dalam Tari Cakalele berkaitan dengan memainkan properti berupa parang, tombak, dan salawaku atau senjata perisai tradisional Maluku.

Para penari bergerak dengan diiringi musik yang ritmis guna melengkapi keharmonisan alunan musik. Beberapa alat musik yang digunakan dalam tarian ini adalah gong, tifa, dan suling bambu.

Seluruh alat musik tersebut dimainkan dalam tempo dan ritme yang cepat sehingga penari akan bergerak dengan semangat mengikuti alunan musik yang dimainkan.

Dalam Tari Cakalele, penari pria umumnya menggunakan kostum dengan warna yang kontras yaitu merah dan kuning. Kain berwarna merah diikatkan pada bagian kepala, kemudian mereka bertelanjang dada dan hanya menggunakan kain berwarna kuning yang digunakan sebagai selempang.

Namun, seiring berjalannya waktu, kostum dari tarian ini mengalami perubahan pada kelengkapan kostum.

Saat ini, ada penari pria yang menggunakan kain seperti baju biasa saat tampil. Untuk penari wanita, mereka mengenakan pakaian berwarna putih yang dipadukan dengan kain panjang sebagai bawahan

Lebaran Cakalele MK-MTT.

Sebagai simbol identitas cultural, Tarian Cakalele berkembang memasuki dunia politik.Cakalele dipahami sebagai sebuah pesan ekspresi politik identitas cuktural para penganutnya.

Tidak salah, upaya untuk membersamai gerakan politik sebagai reaksi ditengah kentalnya politik primordialisme.

Lebaran Cakalele MK-MTT mendapat tanggapan luas berbagai kalangan.Wajar, tarian Calalele ini diperankan 2 politisi Togale yang sedang bertarung di kontestasi Pilkada Maluku utara dan Halmahera utara.

Meminjam adagium politik populer “pertemuan 2 politisi pasti ada yang dibicarakan”.

Tak bisa dipungkiri, cakalele daam ranah politik praktis sebagai ekspresi politik identitas.Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.

Why ! Boleh jadi, lebaran Cakalele MK-MTT ini adalah diakripsi dari akspresi kesadaran cuktural-politik terhadap perkembangan yang dirasakan memecah internal Togale.Togale yang komunal secara tradisi-budaya itu sedang menghadapi sebuah ancaman politik identitas agama.Dalam konteks ini, bisa kita simpulkan, lebaran Cakalele MK-MTT, Budaya sebagai upaya atau jalan penyatuan masyarakat Togale.

Pertanyaan selanjutnya, apakah lebaran Cakalele merupakan ekspresi koalisi politik MK-MTT ? Belanda masih jauh dan mungkin saja bukan itu tujuannya.Boleh jadi, Ke 2 politisi Tigale ini memberikan pesan tegas “sah-sah saja  sesama putra Togale berhadap-hadapan dalam sebuah petarung tetapi jangan sampai mencabik-cabik tenunan kebersamaan Tagale yang dirajut para leluhur suku Togale.

Sifat komunal dan kebersamaan Togale adalah warisan tak ternilai yang harus terus di pupuk dan dijaga serta disemai generasi Togale entah kapan, dimana dan dalam interes politik apapun.Apalagi jika jahitan indah itu hanya dirusak oleh orang lain dengan isu agama.

Perkuat talian budaya untuk memperkokoh kebersamaan Togale yang damai, apalagi etnis lain juga sedang merajut kebersamaan !

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *