ISNU Malut, HUT RI ke 79 Momentum Memerdekakan Rakyat Miskin
Rekomendasikan 2 point penanganan Kemiskinan
PIKIRAN UMMAT.Com—Ternate||Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama atau PW.ISNU Provinsi Maluku utara menyambut HUT RI ke 79 dengan rekomendasi penyelesaian problem bangsa.Persoalan kemiskinan yang masih mendera rakyat selama 79 tahun kemerdekaan RI menjadi perhatian serius ISNU Malut.
Berdasarkan press release yang dikirimkan ke media ini, ISNU Malut menyatakan, 79 tahun Indonesia menyatakan
Kemerdekaan, yang di ikrarkan Bung Karno atas dukungan para Kiyai Nusantara,
dirumuskan tujuan Pembangunan nasional dalam UUD 1945, melakukan perlindungan
kepada penduduk miskin, data menunjukan kemiskinan yang terus menebal berada di
pedesaan dan mayoritas penduduk miskin adalah jamaah Nadhliyin.
Ikatan Sarajana Nahdatul Ulama (ISNU) Wilayah Maluku Utara sebagai wadah kaum
cendikia Nadhliyin, perlu melakukan perumusan evaluasi tematik terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Demokratis, dimana Presiden dipilih secara langsung
oleh jamaah sejak amandemen UUD 1945, dan memulai pemilihan langsung tahun 2004.
Rilis yang ditandatangani Dr.Mukhtar Adam, SE.M.Si sebagai Ketua dan Dr.Adnan Mahmud, S.Ag.MA sebagai Sekertaris itu mengungkapkan “ISNU Maluku Utara dalam menganalisis penanganan kemiskinan di Indonesia dengan
menggunakan data belanja Pemerintah hasil audit BPK RI dari tahun 2004-2023, yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan
Negara”
“Data yang disajikan BPK RI atas hasil pemeriksaan laporan keuangan periode 2004-2023, dipilah dalam 2 periode kepemimpinan presiden yaitu Presiden Susilo Bambang
Yudoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), masing-masing melewati masa
pemerintahan 2 Periode”jelasnya.
Disebutkan bahwa “Disclaimer untuk data 2004 tidak di masukan karena tahun 2004 ada 2 Presiden yaitu Megawati dan SBY sebagai tahun transisi dan Tahun 2014 SBY dan Jokowi sehingga tahun 2004 dan tahun 2014 sebagai tahun transisi tidak dimasukan dalam analisa
datanya, karena itu analisis hanya menggunakan 9 tahun kepemimpinan yaitu 9 Tahun
Presiden SBY 2005-2013 dan 9 Tahun Presiden Jokowi 2015-2023”.
ISNU membeberkan bahwa “Penduduk Miskin yang di wariskan Presiden Megawati kepada Presiden SBY tercatat sebanyak 38.943.240 jiwa”
Selanjutnya dalam menjawab issu warisan kemiskinan itu oleh ISNU Malut ”tahun 2005, SBY menerbitkan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pengalihan dana
APBN dari subsidi ke BLT pada periode
pertama sukses menurunkan angka
kemiskinan sebanyak 5.864.270 Jiwa penduduk miskin”jelasnya.
ISNU Malut memaparkan “Periode ke-2 SBY melanjutkan kesuksesan di tengah resesi keuangan global tahun 2009,
mencapai 4.802.270 jiwa penduduk miskin sehingga tersisa penduduk miskin pada akhir masa kepemimpinan SBY 27.727.790 penduduk miskin yang diserahkan ke Presiden Jokowi dalam melanjutkan penanggulanggan kemiskinan”
Di tangan Presiden Jokowi menurut ISNU, “Presiden Jokowi diawal pemerintahan
mengusung Visi Nawacita dan
melanjutkan program Kartu
Prasejahtera dan berbagai bentuk kartu
penangganan penduduk miskin pada
periode pertama hanya mampu
menurunkan penduduk miskin
sebanyak 2.941.920 jiwa penduduk
miskin”
Namun ISNU mencatat bahwa pada periode kedua angka kemiskinan justru mengalami peningkatan selama
masa pemerintahan Joko Widodo dan
Maruf Amin yang meningkat sebesar
433.330 jiwa penduduk miskin, yang
menyisahkan penduduk miskin
sebanyak 25.219.120 jiwa kepada
pemerintahan Prabowo”
ISNU memetakan bahwa Masa Pemerintahan Joko Widodo sukses melakukan
penanganan kemiskinan
melalui pengendalian inflasi,
yang digerakan bersama Bank
Indonesia dan Pemerintah
Daerah melalui program Tim
Penanggulangan Inflasi
Daerah, mampu menahan
pergerakan harga barang
konsusmis di Nusantara, yang
diikuti dengan kebijakan yang
lebih pro pada pertumbuhan
ekonomi, sebut ISNU dalam press release mereka.
ISNU menyimpulkan bahwa Pada 20 tahun masa kepemimpinan kedua presiden mengalami resesi dengan Menteri keuangan yang sama yaitu Sri Mulyani Indarwati, baik pada masa pemerintahan SBY mengalami tekanan
resesi keuangan global tahun 2009, dan pada masa pemerintahan Jokowi Covid19 tahun 2020.
ISNU menguraikan bahwa Kebijakan masa SBY melakukan pengendalian fiscal dan moneter untuk menjaga ancaman runtuhnya sektor financial, berdampak kemudian kasus Bank Senturi mencuat kepermukaan, sehingga pada penanganan Covid-19, dalam menjaga
perekonomian di terbitkan Perpu penanganan Covid-19, dan yang sangat mempengaruhi fiscal dengan kebijakan pembatasan deficit dari 3% dihilangkan dan memberi kesempatan kepada
Pemerintahan Jokowi melakukan pelebaran deficit untuk menjaga perekonomian
dan penanganan penduduk miskin akibat pembatasan social.
Dikatakan bahwa Pelebaran deficit membuat pemerintahan Jokwi melakukan ekspansi fiscal dengan menambah PDB untuk mengatasi Covid19.Oleh ISNU, Rakyat setuju memberi kesempatan kepada Jokowi melakukan
pelebaran defisit untuk menambah pundi-pundi APBN melalui Utang, faktanya utang meningkat
namun saat yang sama penduduk miskin justru naik tidak mengalami penurunan yang signifikan
ditahun 2020
ISNU menilai, Pemberian akses utang kepada Jokowi melalui pelebaran defisit dimaksudkan untuk mengatasi penduduk miskin akibat pembatasan sosial, dan meningkatnya penduduk miskin namun kenaikan belanja sosial dan utang tidak seimbang akibat kemudian penduduk miskin tidak dapat diatasi secara baik.
Selanjutnya, ISNI mengklaim, Pertumbuhan deficit masa pemerintahan Jokowi baik sebelum masa Covid-19 dan setelah masa
Covid-19 cenderung tumbuh, yang berdampak pada beban utang yang terus meningkat,
sehingga pada masa akhir pemerintahan Jokowi, mayoritas Pendapatan Negara yang bersumber
dari Pajak Negara, digunakan untuk membayar Bunga Pinjaman.
Pelebaran defisit masa pemerintahan Jokowi, diikuti dengan pertumbuhan belanja
yang didominasi belanja lainlain yang mencapai 925,96%, atau dari 11,70 ribu triliun meningkat menjadi 176,58 ribu triliun, disusul belanja bantuan social 80,06%, belanja barang
26,29% dan pembayaran bunga pinjaman 14%.
ISNU Malut menyimpulkan Jika dipotret dari share belanja pemerintah pusat terhadap belanja penanganan social justru jauh lebih signifikan pada pola belanja pemerintahan SBY di banding Pemerintahan Jokowi, sedangkan dari aspek pertumbuhan belanja, pada masa pemerintahan Jokowi mengalami pertumbuhan menus pada tahun kedua dan tahun ketiga periode kepemimpinan.
ISNU Malut pada kesimpulanya menyatakan bahwa Mencermati dinamika pola penanganan penduduk miskin, dapat disimpulkan bahwa pola
penanganan penduduk miskin SBY melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) efektif sedangkan pada masa pemerintahan Jokowi melalui Penanganan Inflasi dapat mengendalikan kenaikan harga barang konsumsi.
Oleh karena itu, seiring terbentuknya Pemerintahan Prabowo, ISNU Provinsi Malukunutara merekomendasikan dua point ;
”disarankan Pemerintahan Prabowo dapat melakukan modifikasi kebijakan penanggulanggan
kemiskinan dengan skema :
1. Melanjutkan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) ala SBY, diikuti dengan kebijakan
Makan Bergizi Gratis, akan memberikan dampak aliran uang negara (APBN) yang
inklusif di desa dan kelurahan untuk meningkatkan derajat perekonomian Masyarakat
lapisan bawah.
2. Melanjutkan Program Penanganan Inflasi melalui penguatan TPID di setiap daerah, yang
diikuti dengan kebijakan mengatasi disparitas harga antar pulau, antar daerah dan antar
kota dan desa, melalui Program Nusantara Satu Harga (NU-Siaga) untuk menjaminkan
pemenuhan konsumsi warga desa dalam mengatasi kemiskinan pedesaan, dengan
memanfaatkan BUM Desa dan Program Tol Laut yang mengatasi ketimpangan harga di
Negara Kepulauan
“Demikian Pokok-pokok rekomendasi Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) Wilayah Maluku
Utara dalam penanganan kemiskinan untuk menyelamatkan kaum nadhliyin pedesaan”tutup ISNU Malut dalam press releasenya(***)