oleh

Catatan (3) : TERLUKA DI THAIF

Oleh : M.Guntur Alting

Pagi itu, Senin 30 Desember. Dua hari menjelang penutupan tahun 2024.. Matahari bersinar tanpa penghalang, diiringi elusan angin pagi. Tidak ada secuil pun awan di langit yang biru Kota Makkah.

Penulis bersiap untuk kunjungan ke Thaif, yang sejak lama telah di niatkan, dan akhirnya kesampatan itu tiba.

Bersama Istri dan Kakak Ipar (Irma Risma dan suaminya Tomas Lahay) Kami ditemani oleh Jaber, sang sopir asal Banglades yang siap selalu mengantarkan kami kemana pun.

Kota berhawa sejuk ini membuat banyak taman hijau dan sentra agrikultur yang terkenal antara lain anggur, tin, zaitun, delima. Selain itu, terdapat madu dan parfum .

Baca Juga  Catatan ke ( 7) RINTIHAN SELAMAT TINGGAL BAITULLAH

–000–

Jarak antara kota Mekkah dan kota Thaif kurang lebih 90 km. Melewati gunung-gunung berbatu berukuran raksasa. Sebagian tampak tak masuk akal. Batu-batu besar seolah disusun oleh seseorang di atas bukit-bukit. Satu batu menumpang ke batu lain, bersusun di sejauh mata memandang.

Memperhatikan ukurannya, tak mungkin batu-batu itu berada di sana karena campur tangan manusia. Lagipula tak ada mesin yang memungkinkan mengangkutnya di medan terjal. Jika bukan karena kehendak Allah dan campur tangan para malaikat-Nya, paling tidak perlu proses alam yang panjang untuk menempatkan batu-batu raksasa itu di atas sana.

Baca Juga  JET DARAT ITU BERNAMA "HARAMAIN EXPRESS"

Saya jadi ingat tragedi Thaif yang menimpa Rasullah. Waktu itu, sekitar 3 tahun sebelum hijrah, tak lama setelah kematian Sayidah Khadijah dan Abu Thalib, Rasulullah berdakwah ke Thaif. Beliau bahkan pertama-tama bermaksud berhijrah ke kota ini—sebelum akhirnya ke Madina, karena mendengar penguasa di Thaif, pemimpin kabilah Bani Tsaqif, adalah seorang yang adil dan bijaksana.

Maka pergilah Rasulullah ke Thaif. Beliau mengajak sahabatnya Zaid bin Haritsah untuk berdakwah sekaligus meminta perlindungan kepada Bani Tsaqif dari perlakuan buruk suku Quraisy di Makkah.

Baca Juga  Catatan (5) : MAKKAH DAN "CULTURAL GENOCIDE" (1)

Selama 10 hari di kota itu, Rasulullah membangun sebuah dangau atau gubuk kecil untuk berdiam. Tak jauh dari sana adalah tempat beliau melaksanakan shalat dan berdoa, kini menjadi sebuah masjid yang diberi nama Masjid Kuk.

Tak disangka, penerimaan Bani Tsaqif di Thaif tidaklah seperti yang diharapkan Sang Nabi. Masyarakat Thaif telah terlebih dulu termakan hasutan Suku Quraisy yang menyebut bahwa Muhammad adalah penyihir dan orang gila.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *