Oleh : M. Guntur Alting/Dosen Filsafat PPs (S-3) UMJ Jakarta
“DEATH never know calender (kematian tidak pernah mengenal penanggalan/waktu). Ia semacam menjadi lonceng pengingat”.- (Dalai Lama)*.
—–
Angin dingin di pelataran Masjid Nabawi berhembus, membawa kabar duka. Menambah lebar luka yang menganga,membuat awan hitam bergelayut di Kota “Sejuta Cahaya” Madinah Al-Munawwarah.
Tepat pukul 12.56, waktu Madinah (KSA), sebuah bunyi watshap masuk di ponsel, dari Sahabat-ku Dr.(Cand) H.Mustaqim. Bagai disambar petir, isi wathap itu mengabari kematian Dr.H. Usman Jasad. Sosok senior, guru bahkan kakak bagi kami berdua. Dikalangan para kader IMM, beliau akrab disapa dengan panggilan “Ka Usman”. Belakangan oleh publik Sulawesi-Selatan, lebih dikenal dengan sebutan UJAS, kependekan dari Usman Jasad, seolah-olah beliau diasosiakan dengan ‘UJE’ Ustadz Jefri Bukhari.
Usman Jasad yang saya kenal adalah sosok “penuh warna”. Semasa hidupnya, Ia dikenal sebagai akademisi, da’i, organisator, aktivis, motivator sekaligus pengusaha (da’i entrepreneur). Tengoklah deretan jejak prortofolio beliau :
Jebolan S-1 Fakultas Dakwah UIN Alauddin Makassar (UIN AM) pada 1996. Menuntaskan S2 di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 2000. Lalu melanjutkan Program Doktor (S3) di UIN Syarif Hidayatullah dan selesai pada tahun 2010. Menjadi pengajar tahun 1997 di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (UIN AM).
Sebagai da’i entrepreneur, Ujas menjabat sebagai Direktur Utama PT. Al-Bayan Permata Ujas (Ujas Tour) sejak 2009 hingga saat ini. Unit usaha itu bergerak di bagian travel, khususnya penyelenggaraan haji dan umrah.
Modal pengalaman tersebut, beliau didapuk sebagai Penasehat Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU) PWM Sulsel.Di Muhammadiyah, Ujas mendapat amanah sebagai Ketua LDK sekaligus penasehat LPHU PWM Sulsel.
Ditilik pengelaman organisasi, beliau sangat cemerlang. Ia adalah Ketua Umum DPD Kesatuan Travel Haji Umrah RI (Kesthuri) 3 periode berturut-turut, rentang (2014 s/d 2023). Selain itu, Ia juga pernah sebagai Ketua Umum DPD Perhimpunan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Sulsel periode 2021-2024.
Jabatan lainnya adalah Wakil Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel periode 2021-2024. Jabatan terakhirnya adalah Sekretaris Jenderal DPP Kesthuri Periode 2022-2025.
Deretan jejak dan kiprah inilah mendasari esai ini memberi label sebagai “Sosok Warna-Warni” yang multi talenta. Kombinasi dari akademisi, aktivis-organisatoris, Muballigh,dan Enterprenuer dan juga sebagai penulis.
Secara pribadi, saya merasakan, Ia adalah sosok yang lembut. Menguitip kesaksian Mustaqim sahabat saya dan sekaligus kader Beliau “ Ujas adalah Sosok kakak yang berhati lembut, jika marah hanya diam sesaat”. Pernah juga saya mendengar kesaksian Dr. Misbahudin sejawatnya di FDK, “Ujasnya itu orang yang jarang omongin orang lain”.Ujarnya dlam suatu kesempatan saat bertemu dengan penulis.
—000—
Saya ingin goreskan beberapa TITIK-TITIK KISAR dari kehidupan saya, yang bersentuhan dengan beliau. Titik-titik kisar ini (Istilah Buya Syafi Ma’arif) tidak akan mungkin saya lupakan, dan bagi saya adalah sebuah “hutang moril” saya kepada beliau. Karena itu, tulisan ini adalah sebuah dedikasi sekaligus penghormatan terakhir saya pada beliau.
Pertama, Ketika awal masuk di fakultas dakwah, salah satu yang menjadi daya tariknya adalah karena sosoknya. Saat itu beliau adalah “bintang” di fakultas dakwah, bahkan ditingkat Institut (saat ini UIN AM). Sosok muda, berkharisma, cerdas dan “memori kolektif” generasi anggkatan itu adalah langgam ceramah beliau yang begitu mirip KH. Zainuddin Mz, dengan tingkat prepesisi yang sangat tipis.
Kedua, Beliau jugalah yang membuat saya tertarik mengikuti kaderisasi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiya (IMM). Sebuah organisasi ekstra universiter selain HMI dan PMII. Melalui oraganisasi ini semakin mendekatkan saya dengan-nya. Tahun 90-an, Ujas (Usman Jasad) adalah “idola” para mahasiswa seangkatan saya. Ada “sejuta pesona” yang terpancar dari Ujas. Mulai dari kelembutannya, gaya komunkasi yang memukau pada setiap penampilannya, hingga wawasannya yang luas.
Ketiga, Saat Sahabat saya ‘Muhammad Arif’ membidanilahirnya lembaga Ikatan Pencinta Retorika Indonesia (IPRI). Perkumpulan ini menghimpun para mahasiswa peminat retorika. IPRI akhirnya terbentuk dan secara aklamasi menunjuk Mustaqim (sosok yang ide, gagasan bahkan fisik mirip Ujas) sebagai ketua, dan saya didapuk sebagai sekretaris mendampinginya. Posisi Usman Jasad di IPRI sebagai pembina atau pengasuh. Melaui IPRI , kami semakin intens dan dekat dengan Beliau. Ada banyak kegiatan yang kami lakukan seperti pelatihan dan lomba pidato antar Mahsiswa.
Keempat, Ketika beliau sebagai “Ketua Umum Senat”Mahasiwa Institut (SMI) IAIN Alauadin Makasaar (UIN AM saat ini). Saat terjadi suksesi pengurusan baru SMI di Malino. Dinamika musyawarah begitu keras dan tajam. laporan pertanggung jawaban beliau ditolak, yang berujung pada “pemecatan” dirinya. Belakangan saya ketahui bahwa, itusudah menjadi bagian yang telah “disetting” oleh teman-teman dari kelompok yang berbeda.
Forum saat itu “chaos dan deadlock” pengurus baru gagal terpilih dan masalahnya berlarut-larut, yang mengharuskan Pembantu Rektor 3 (Warek 3) Dr.Aminuddin Raja harus turun tangan. Jika dikemudian hari Ujas dikenal sebagai seorang organisatoris yang piawai, karena beliau memang ditempa.
Dalam jenjang organisasi intra kampus, beliau pernah menjabat sebai ketua Senat Fakultas (SMF) Dakwah dan selanjut terplih memimpin Senat Fakultas Institut (SMI). Disinilah saya melihat bahwa sosok UJAS benar-benar matang ditempa oleh keadaan.
Kelima, Saat beliau lulus “Comlaude” ditingkat Institut (antar fakultas) sebuah persembahan untuk fakultas-nya dan menjadi kebanggaan sifitas fakultas dakwah. Pidato beliau dalam momentum wisuda saat itu adalah “pidato terbaik” yang pernah saya dengar. Belakangan prestasi ini diikuti oleh Saudara A.Hakkar jaya, dan Siti Nasiba (teman seangkatan) yang saat ini menjadi penyuluh agama di Jakarta.
Keenam. Saat beliau terangkat menjadi dosen tetap di Fakultas dakwah. Sebuah capaian membanggakan (ukuran saat itu), mengingat persaingannya tak mudah, ibarat memasuki benang basah dalam “lubang jarum”. Ini juga yang menginspirasi kami untuk menngikuti jejak langkah sebagai pengajar.
Dikemudian hari saya mengikuti jejak langkah beliau sebagaidosen di IAIN Ternate (yang akhirnya pindah ke Fisip UIN Syarif Jakarta), menyusul Dr.Syamsudin AB (Wakil Dekan 3FDK saat ini), Dr. Fatimah dan Dr. Ilham Hamid.. Sementara “kembarannya” Dr. (cand) Mustaqim saat ini berproses untuk menjadi tenaga pengajar di Al–mamater tercinta Fakultas Dakwah UIN Makassar.
—000—
Titik kisar yang terakhir, ketika saya menjadi mahasiswa S-2 di UNM Makassar. Saat itu saya direkrut menjadi salah satuanggota “Korps Muballigh” di sebuah biro perjalanan umroh dan haji, dimana beliau sebagai Direktur Operasional pusat di Jakarta. Bersamaan beliau menjalani studi S-2 nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat saya mengabdi (pasca pindah dari IAIN Ternate) pada 2006-2020. Sebelum mundur,sebagai konsekwensi maju dalam “pencalonan” sebagai Wakil Walikota pada momentum Pilkada di akhir 2020.
Dari korps muballigh inilah, mengantarkan saya untuk “terus bertumbuh”, secara intelektual, spiritual, emosional dan finansial. Beberapa program yang dibidani beliau saat itu,seperti membuat jadwal mengisi acara “DAMAI”, Dialog Agama Islam di Radio Gamasi Makasaar. Inilah latihan saya sebagi narasumber di Radio, saat itu ”belum ada podcast”seperti saat ini. Dari korps muballigh inilah, mengantarkan saya menjalani umroh pertama kali di tahun 1997 dan haji pertama saya di Tahun 1998.
Puncaknya adalah, saya memimpin Travel Umroh selama 4 tahun. Di saat itu beliau telah mendirikan Travel PT. Al-Bayan Permata Ujas (Ujas Tour) yang saat ini menjadi salah satu biro perjalanan “terdepan” di Indionesia timur.
Satu hal yang membuat saya menyesal adalah, bahwa setelah moment kebersamaan saya dengan beliau di “perjalanan umroh” bersama Mustaqim. Dan seiring dengan pendirian biro haji dan umroh beliau, setelah itu tidak ada (lagi) moment pertemuan dengan Ujas hingga ajal menjemput.
Untuk mengobati kerinduan saya, sesekali saya membuka FB dan melihat perkembangan kiprah beliau, ada semacam “keriduan” yang mendalam yang tak kesampaian.
Sesekali juga saya menanyakan kabar tentang “beliau” dari sahabat saya Mustaqim yang masih intens berinteraksi dengan beliau. Hingga datanglah kabar duka tentang kepergian Beliau.
–000–
Setahun pasca pandemik, saya memiliki goresan batin yang khusus. Saya menyaksikan banyaknya para sahabat, kerabat, kolega yang wafat. Entah mengapa, itu membuat saya banyak merenung hal ihwal soal KEMATIAN.
Ketika merenung soal kematian, dua hal yang paling membekas. Pertama, membaca cerita Deny JA (Direktur LSI) sewaktu kunjungan ke “Forbiden City” di tahun 2010. Ia berkisah waktu Ia dan keluarga ke Cina, ke Beijing, sempat mampir ke salah satu tempat turisme yang paling banyak dikunjungi. Ialah forbidden city.
Ini area yang cukup luas, 72 hektar. Berdiri di sana bangunan kerajaan dinasti Yuan, disnati Ming dan dinasti Qing. Ini era abad ke 13 sampai 15 di Cina. Area itu dikelilingi tembok setinggi 10 meter, sepanjang area. Inilah asa muasal nama Forbidden City. Ini tempat yang terlarang dikunjungi. Ia hanya area raja dan keluarga besar, serta siapun yang dikehendaki oleh keluarga raja.
Pemandu perjalananya bercerita satu kisah para raja. Ujarnya, setiap kali raja dilantik, yang pertama ia lakukan adalah membangun dulu MAKAMNYA. Sang raja membangun dulu tempat nanti ia dikuburkan.
Sebelum raja yang baru memerintah, berhari- hari, ia diminta merenung. Di makamnya nanti, ia ingin dikenang sebagai apa? Apakah raja yang cinta pengetahuan? Yang cinta keadilan? Yang cinta kejayaan?.
Dari sana, ia susun roadmap pemerintahan. Berbeda harapan, berbeda keinginan dikenang sebagai apa di batu nisan, akan berbeda pula kebijakan utama sang raja.
Lama Ia merenung. Tradisi raja di masa itu, justru mulai memerintah dengan merenungkan dulu kematiannya. Ia ingin dikenang sebagai apa? Mempersiapkan makam justru untuk memberi pedoman hidup.
Kedua, soal apa yang kita ingin TERTULIS di nisan, justru datang dari guru manajemen: Peter Drucker. Ia juga banyak mengajarkan. Jika kita ingin membangun “legacy”, jejak yang monumental, juga mulai dengan pertanyaan itu “ dirimu ingin dikenang sebagai apa”?
Ujar Peter Drucker, jika usiamu sudah di atas 50 tahun, tapi masih belum merumuskan dirimu ingin dikenang sebagai apa, kau menyia-nyiakan hidupmu. Peter Drucker menceritakan juga perjumpaannya dengan ekonom terkenal: Schumpeter. Drucker bertanya kepada schumpeter, ia ingin dikenang sebagai apa jika nanti ia mati.
Schumpeter tertawa. Tapi ia menceritakan perubahan dalam hidup. Dulu, katanya, ketika aku masih muda, aku ingin dikenang sebagai penulis buku ekonomi terbaik yang pernah ada. Itulah tujuan hidupku: dikenang sebagai penulis buku ekonomi yang monumental.
Namun, ujar Schumpeter, usiaku kini sudah 62 tahun. Aku mengubah tujuan hidup. Ada yg lebih penting dibandingkan buku. Yaitu manusia. Aku lebih ingin dikenang ikut melahirkan para murid, manusia, yang menjadi pemikir ekonomi kelas satu dunia. Bukan buku, tapi manusia!
-000-
Pentingnya kita merenung soal kematian, ingin dikenang sebagi apa, justru untuk membuat hidup kita lebih fokus dan lebih bermakna.
Mendengar wafatnya seorang tokoh, sosok, terutama yang pernah memiliki momen bersama, menggerakkan saya menuliskan SESUATU. Tak terasa di bulan ini, saya telah menulis 2 esai In Memoriam. Sebelumnya saya telah menulis In-memoriam sahabat saya Kepala kanwil Kementrian Agama Sul-Sel, Dr.H.Muhammad Tonang. Yang juga telah wafat.Beliau adalah sahabat Semasa saya masih aktivis, saya Ketua Senat Dakwah dan beliau adalah sekretaris Senat Mahasiswa Ushuludin UIN Makassar.
Ketika mendapat kabar wafatnya orang yang dikenal, selalu saya hidup- hidupkan harapan itu. Ia, sang tokoh, teman itu, sahabat ini boleh menjemput kematiannya. Tapi gagasan yang pernah dicetuskannya semoga tetap hidup.
–000–
Akhirnya menutup esai ini, saya ingin memberikan kesaksian, Almarhum UJAS adalah sosok pribadi yang smart, tetapi rendah hati. Bahkan saya bisa menyebutkan Ia memiliki kesopanan yang tinggi dan selalu ramah.”saya secara pribadi sangat hormat kepada beliau. Pintar, rendah hati, sopan dan selalu ramah. Kepentingan bersama selalu beliau menangkan”.
Banyak yang terkejut mendengar kabar kepulangan yang begitu mendadak. Bahkan dai kondang sahabat Ujas, Ustadz Das’ad latif dalam status akun facebooknya menuliskan “
“Kepergiannya di usia masih muda, telah banyak meninggalkan jejak pikiran dan kesaksian yang akan tetap dicatat dalam memori. Rencananya, Ujas akan menjadi penceramah dalam acara tauziah dan dalam rangka mengenang 100 hari wafatnya Hj.Nurjannah Madi senin malam ini”.
Namun beberapa jam jelang acara. Ujas menghembuskan nafasnya yang terkhir. “ajal betul-betul tak terduga, malam ini beliau janji takziah, “namun ternyata beliaulah yang meninggal”.Tulis Ustadz Das’ad. “Berita wafatmu, membuat sekujur tubuhku menggigil, muballigh-pun pasti menemui ajal”.–Ujas Tuan guru, adalah legenda dunia dakwah di tanah Makassar. Al-fatihah”. Demikian tulis Das’ad latif di Facebook.
–000___
Akhirnya meminjam ucapan guru kita, Prof.Dr. Qasim Mathar. Ketika memberi kesaksiamn atas wafatnya KH.Jalaludin Rakhmat, beliau memberi catatan “Bekas jejak dakwahnya Jalaluddin Rakhmat berkeliling merupakan garis-garis bersambung tak putus hingga beliau menutup mata”.—Dan menurut saya, ungkapan ini, juga sangat layak berlaku untuk kakak,sahabat, kolega dan guru kita Usman Jasad.
Wafatnya Usman Jasad, merupakan kehilangan besar bagi para aktivis dakwah dan umat Islam khususnya di Sulawesi-Selatan. Ujas adalah sosok langka yang dirinya menjadi kombinasi seorang guru, aktivis, pemikir, sahabat, juru dakwah, sekaligus orangtua bagi keluarganya.
Kader-kader organisasi, mahasiswa dan jamaahnya bergerak di banyak kota. Bagi pasukan yang berjalan teratur dan rapi. Eks Jamaah-jamaah umroh, kaders, dan mahasiswa yang ditinggalkannya bagai MENARA yang secara teratur memancarkan CAHAYA ke permukaan gelombang laut yang berkarang.
Usman Jasad telah tiada, tapi “aroma wanginya dinikmati oleh semua umat”. Akhirnya Selamat Jalan Ka Usman, Engkau adalah mentor, guru dan sekaligus sosok kakak yang baik bagi kami adik-adik-mu…Kami, selalu merindukanmu. Kami bangga padamu. Istirahatlah dengan tenang di haribaan Ilahi .Semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, Amiin.
Qoute :
Pusara dipenuhi oleh orang-orang sebenarnya masih dibutuhkan oleh agama, umat dan bangsa.
______
Hotel Sajah Madinah, 6 Januari 2024
Pukul : 02.00 waktu (KSA)
Komentar