Tahun ini adalah tahun cerita. Di dalamnya ada narasi tentang perjalanan. Ada suara para jurnalis muda yang kutemani menulis resensi, dan riuh rendah konten media sosial yang kubentuk seperti ukiran kayu di tangan seorang pengrajin.
Dalam refleksi, ada tanya—pertanyaan yang sering kuajukan pada diriku sendiri: apakah aku telah cukup menulis? Apakah jejakku telah berarti?
Seperti para peziarah yang mencari makna, aku bertemu dengan lintasan ide, seperti gemuruh Gen Z yang lebih memilih TikTok daripada mesin pencari. Aku belajar, lagi dan lagi, bahwa perubahan adalah satu-satunya konstanta.
Waktu adalah arsitek yang cerdas. Ia meruntuhkan, hanya untuk membangun ulang. Ia membekukan kenangan seperti pahatan es, namun sekaligus menghapusnya perlahan dengan kehangatan napas.
Dalam kabut pagi di penghujung Desember, aku menyadari, apa yang kutemukan tahun ini bukanlah jawaban, melainkan pertanyaan yang lebih baik.
Apakah Aku sudah cukup memeluk masa lalu tanpa melupakan masa depan? Bagaimana Aku memaknai ulang “kesetiaan” di dunia yang semakin cair?
Komentar