Tony Rosyid : Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
K.H. Maemoen Zubair, pengasuh pesantren Al-Anwar Sarang adalah tokoh yang teramat penting dalam sejarah perjalanan PPP. Terutama mengingat jejak Mbah Moen, panggilan K.H. Maemoen Zubair ini mengawal PPP di masa transisi Orde Baru ke Orde Reformasi.
Saat Soeharto tumbang, Era Reformasi menuntut perubahan secara revolusioner di semua aspek kehidupan berbangsa. Termasuk merombak fusi partai menjadi multi partai. Dari tiga partai menjadi puluhan partai.
Era Reformasi, lahir banyak partai, termasuk partai-partai Islam. Diantara partai Islam yang lahir di awal era reformasi adalah PKB, PAN, PKS dan PBB. Tentu, ini tidak menguntungkan bagi PPP yang sejak tahun 1973 menjadi satu-satunya partai yang paling dominan mewakili kepentingan umat Islam.
Tumbangnya Orde Baru menghadirkan setidaknya dua hal. Pertama, adanya tuntutan untuk mengevaluasi terhadap semua produk kebijakan Orde Baru. PPP adalah bagian dari produk kebijakan Orde Baru. Semua yang berbau Orde Baru dicurigai, dan berupaya untuk dipinggirkan, disingkirkan, bahkan dilenyapkan. Kedua, terjadinya eforia massal untuk melahirkan antitesa terhadap Orde Baru.
Dua hal ini yang mengakibatkan PPP dihadapkan pada situasi yang cukup sulit. Karena mendapatkan stigma negatif, PPP secara massal ditinggalkan oleh para tokoh dan konstituennya. Di sinilah ke-istiqamahan K.H. Maoemoen Zubair mengambil peran teramat penting.
K.H. Maemoen Zubair istiqamah di PPP di saat banyak ulama lain keluar dan bergabung ke partai lain. Warga NU ke PKB, Muhammadiyah ke PAN, basis Masumi ke PBB dan kelompok Islam militan ke PKS. Cukup banyak ulama dan tokoh keluar dan meninggalkan PPP. Tapi, Mbah Moen tetap istiaamah di PPP dan “ngurip-ngurip” PPP. Kalau boleh berimajinasi, bagaimana nasib PPP jika Mbah Moen saat itu juga ikut meninggalkan PPP. Besar kemungkinan ada cerita lain dengan sejarah perjalanan PPP.
Komentar