“Sebagai komisi bertiga orang yang memimpin sidang, berembuk dan melihat berbagai pertimbangan sehingga menjatuhkan hukum itu,” katanya.
“Kalau serta merta merujuk Perpol nomor 7 tahun 2022 maka harus kembali ke Perpol yang lama tahun 2014 dan itu harus mempelajari kembali. Kalau dilihat juga, dari tahun 2021 sampai 2024, keduanya masih menjalani rumah tangga hingga mendapatkan tambahan satu anak,” sambung Syamsul yang juga Kasubdit Waprof Bid Propam Polda Malut itu.
Kemudian, soal pelanggar sebelumnya sudah dilakukan Bripka Risal, yakni sanksi disiplin karena KDRT, putusan etik atas pelanggaran tidak melaksanakan tugas dan terkahir perselingkuhan, seperti yang disampaikan Andriani. Sehingga baru terhitung dua kali pelanggaran. Sebab yang ketiga dengan laporan perselingkuhan ini jika dihitung baru yang ketiga, apabila pelanggarnya sudah keempat kali maka sanksinya lebih berat.
“Perselingkuhan ini kalau kami hitung belum yang ketiga, apabila dihitung tiga kali melakukan pelanggaran jika Bripka Risal kembali melakukan pelanggaran yang keempat. Selanjutnya terkait dengan bukti yang tidak diputar seperti permintaan Andriani itu karena komisi berdasarkan tuntutan penuntut,” tegasnya.
Disentil soal janji salah satu anggota Propam Irfan B Yamani kepada Andriani terkait pemutaran rekaman dan penunjukan bukti pada saat sidang, Syamsul menyatakan itu tergantung komisi, karena dalam sidang mempunyai hak sepenuhnya yakni komisi yang memimpin sidang.
“Soal perjanjian itu, kami komisi punya hak sebagai pimpinan sidang. Karena kami juga tidak boleh keluar dari aturan dan ketentuan. Pada intinya sidang ini sudah selesai dan dapat memberikan kepastian hukum,” tandasnya.(***)
Komentar