oleh

Kritisi Bungkamnya DPR-RI dan DPD-RI Dapil Maluku Utara, M.Reza A.Syadik : Indikasi Lemahnya Representasi Rakyat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

-HEADLINE-167 Dilihat

Jakarta, 22 Maret 2025 – Front Aktivis Lingkar Tambang Maluku Utara Jakarta menilai, eksploitasi sumber daya alam di sektor tambang yang tidak terkendali kerap menimbulkan konflik sosial dan dampak ekologis, terutama ketika kepentingan korporasi lebih diutamakan dibandingkan hak-hak masyarakat.Salah satu problem yang mencuat adalah dugaan perampasan lahan dan perusakan lingkungan oleh PT. Mineral Resource Indonesia (MRI), subkontraktor dari PT. Smart Marsindo, yang beroperasi di Pulau Gebe, Maluku Utara.

Keberadaan perusahaan ini ditengarai telah menggusur lahan beberapa perkebunan pala milik warga setempat, yang notabene merupakan sumber penghidupan utama mereka. Lebih dari sekadar perampasan hak ekonomi, aktivitas tambang ini juga berdekatan dengan SMA Negeri 3 Halteng dan sebuah gereja di Pulau Gebe, sehingga menimbulkan gangguan terhadap kegiatan pendidikan dan peribadatan.

Baca Juga  Dihadapan Haji Robert, AMPP-TOGAMMOLOKA MALUT & PT.NHM berdamai

Ironisnya, meskipun polemik ini telah berlangsung, DPR-RI dan DPD-RI Dapil Maluku Utara terkesan bungkam dan tidak memberikan respons pro rakyat kecil. Sikap bungkam ini memunculkan pertanyaan kritis: Apakah para legislator yang dipilih oleh rakyat benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, atau justru berpihak kepada korporasi tambang?

“Kalian di DPR-RI dan di DPD-RI Dapil Maluku Utara mewakili Rakyat atau Korporasi Tambang?”ujar M.Reza A.Syadik dari FALTMU-Jakarta dengan nada tanya tegas.

Baca Juga  Bapak Rusli Wally Berpulang Kerahmatullah, H.Muhammad Kasuba Ucapkan Turut Berbelasungkawa

dalam konteks hukum, perampasan lahan yang dilakukan tanpa mekanisme yang sah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pasal 6 UUPA menyatakan bahwa setiap penggunaan tanah harus mempertimbangkan kesejahteraan umum, bukan hanya kepentingan bisnis, jelas dia.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang sehat. Jika aktivitas tambang PT. MRI menyebabkan pencemaran atau kerusakan ekosistem Pulau Gebe, maka perusahaan ini dapat dijerat dengan Pasal 98 UU PPLH, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku perusakan lingkungan dengan ancaman penjara hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar, sambung dia.

Baca Juga  Cerita Pilu Ibu Bhayangkari Yang Diselingkuhi, Dimana Keadilan !

Aktivis muda yang dikenal kritis ini menilai, Keterkaitan PT. Smart Marsindo dengan Shanty Alda Nathalia, yang juga merupakan anggota DPR-RI, menimbulkan kekhawatiran terkait potensi conflict of interest dalam pengelolaan izin usaha pertambangan (IUP). Jika benar terdapat keberpihakan kepada perusahaan dibandingkan kepentingan masyarakat, maka ini bertentangan dengan prinsip good governance.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *