Pertama, Jokowi fokus membangun kekuatan di branding. Jokowi tampil beda. Jokowi memecah normalitas yang selama ini ditampilkan oleh para elit. Jokowi selamatkan pasar Klewer dari rencana penggusuran gubernur Jateng atas nama modernisasi. Jokowi buat mobil ESEMKA sebagai mobil nasional. Jokowi gemar masuk gorong-gorong. Jokowi membangun kesan dirinya sebagai wong cilik yang punya mimpi kebangsaan. Meskipun saat ini anda menertawakan itu semua. Di era itu, masyarakat Indonesia terkesima. Ini yang membuat Jokowi berhasil merebut hati rakyat dan secara cepat mengantarkannya ke kursi presiden. Kuncinya: Jokowi melawan normalitas dengan terobosan sederhana yang berhasil menghipnotis publik. Cara ini nampaknya sedang dicopy oleh Dedi Mulyadi, Gubernur Jabar dengan lebih dramatis.
Kedua, Jokowi menyiapkan influencer yang cukup kuat. Publik menyebutnya “buzzer”. Dengan anggaran yang cukup besar, Jokowi berhasil membeli para infuenzer yang tidak hanya profesional, tapi juga “setengah gila” dalam kinerjanya. Terbukti, Jokowi menguasai ruang udara. Gaya kontra-normalitas terus dimainkan Jokowi, meski itu dianggap kampungan dan menabrak etika. Tapi, justru itu yang memancing perhatian publik dan menjadi menu sedap bagi buzzer untuk menggorengnya. Hasilnya? Jokowi selalu populer.
Ketiga, sebagai penguasa, Jokowi berikan jabatan dan logistik yang cukup besar untuk partai-partai politik, sekaligus menyandera ketumnya dengan berbagai kasus hukum. Mbalelo, ketum partai langsung diciduk atau diminta mundur. Kasus Airlanggar, ketum Golkar adalah contoh yang paling vulgar.
Dengan menguasai partai-partai politik, Jokowi leluasa mengatur anggota DPR. Semua UU yang diinginkan Jokowi, sukses di DPR. Termasuk UU Minerba, UU Omnibus Law dan revisi UU KPK. Tak ada hambatan, apalagi perlawanan. DPR RI: sami’na wa atha’na kepada Jokowi.
Keempat, Jokowi angkat para pejabat tinggi negara, termasuk di institusi hukum dari orang-orang yang tidak pernah berani membayangkan akan jadi pejabat tinggi negara. Jabatan mereka jauh melampaui ekspektasi hidup mereka. Mereka menjadi orang-orang yang die hard kepada Jokowi. “Tanpa Jokowi, saya tidak akan sampai pada posisi ini”, begitu kira-kira apa yang ada di kepala mereka.
Kelima, Jokowi siapkan ormas dan kelompok massa yang kuat untuk menghadapi setiap perlawanan dari oposisi. Tak ubahnya “body guard” yang setia membela Jokowi dalam keadaan apapun. Anda pasti sudah bisa menebak ormas apa dan kelompok mana yang selama ini dipakai Jokowi. Setelah Jokowi lengser, kontrak selesai dan logistik pun berhenti.
Keenam, Jokowi kuasai institusi hukum untuk mengendalikan setiap kasus. Dengan strategi ini, Jokowi kasuskan banyak tokoh yang dianggap mengganggunya. Di masa Jokowi, berapa banyak tokoh yang dipenjara dengan dakwaan UU ITE yang sejak awal sudah disiapkan Jokowi untuk membidik oposisi yang terlalu kritis. Sebagian tersangka ada yang meninggal di penjara. Sebagian lagi, ada yang dibantai di luar penjara. Kasus KM 50, meski sudah diratakan lokasinya, tapi jejaknya selalu akan menjadi sejarah bangsa ini.
Komentar