Sikap inkonsisten Sherly ini manivest dengan pembentukan Badan Percepatan Pembangunan Daerah sekaligus menetapkan AS, mantan Sekda Kabupaten Pulau Morotai sebagai ketuanya.
Para pakar menyela, pembentukan Badan Percepatan Pembangunan Daerah dan penunjukan AS itu melanggar sistem dan menyenggol moralitas.
Sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto dan surat edaran KASN, pemerintah daerah dilarang membentuk lembaga ekstra dan mengangkat staf ahli dan staf khusus.AS dalam posisinya sebagai pensiunan masuk pada kategori larangan Presiden dan KASN itu.Apalagi AS juga memiliki rekam jejak hukum anti korupsi yang boleh dikata black list.
DPRD Malut ikut menyela pembentukan TPPD dibentuk tanpa konsultasi dengan DPRD padahal itu wajib.DPRD harus tahu bagaimana Pemda di kelola dan untuk apa uang rakyat digunakan.
Demikian, pembentukan lembaga ekstra dengan struktur nya berkonsekwensi logis pada anggaran.Mereka-mereka yang duduk di badan percepatan pembangunan daerah itu harus di gaji dan dibiayai kegiatannya.Pemborosan anggaran tak terelakan padahal Sherly menyatakan komitmen terhadap efesiensi anggaran.Konon Gubernur Sherly dengan alasan efesiensi anggaran hendak memberangkatkan calon jemaah haji ke Makassar, Sulsel sebagai penumpang reguler, namun akhirnya gagal karena menuai kecaman luas dengan kebijakan pesawat carteran walau dengan maskapai yang murah.
Dibalik itu, Pemprov Malut sendiri memiliki stok SDM yang terhitung mumpuni dalam rangka mendesain dan menggerakkan pembangunan.Ada Sekprov Samsuddin Abdul Kadir, ada Kepala Bappeda dan pimpinan OPD adalah deretan SDM berkompeten dalam soal desain politik pembangunan.
Paradoks ! Sikap dan kebijakan yang kontradiktif satu sama lainya.Mendayagunakan SDM di Pemprov justru mudah alias tak ribet dan efisien.
Komentar